Pemenuhan Hak Pasien Masih Diskriminatif
Berita

Pemenuhan Hak Pasien Masih Diskriminatif

Pasien harus cerdas agar dapat memahami hak-haknya.

Oleh:
M-15
Bacaan 2 Menit
Seminar Upaya Pemenuhan Hak Pasien untuk Menghindari Sengketa Medis, di Bandung. Foto: M-15
Seminar Upaya Pemenuhan Hak Pasien untuk Menghindari Sengketa Medis, di Bandung. Foto: M-15

Diskriminasi masih terjadi dalam pelayanan medis. Masyarakat kelas bawah sering kesulitan memperoleh informasi seputar hak-hak mereka sebagai pasien. Sebaliknya, masyarakat yang berkecukupan secara materi tidak menemui kesulitan seperti itu.

Peneliti Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI), Ida Marlinda mengatakan pemenuhan hak pasien dari kalangan masyarakat kelas bawah masih sangat kurang. Hal ini, kata dia, adalah bentuk perlakuan diskriminatif. Seharusnya, ditegaskan Ida, dokter memperlakukan pasiennya sama, terlepas dari latar belakang si pasien.

“Yang paling penting itu masalah obat, seharusnya dokter menjelaskan bahwa obat yang diberikan fungsinya untuk apa. Inilah yang jarang diterima oleh pasien kalangan bawah,” papar Ida dalam sebuah acara diskusi di Bandung, Kamis lalu (28/3).

Ida menjelaskan, hak-hak pasien dilindungi oleh UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pada dasarnya, pasien memiliki kedudukan sebagai konsumen yang mendapatkan pelayanan jasa dari dokter. Masalahnya, kata Ida, kalangan dokter cenderung tidak sepakat jika profesi kedokteran dimasukkan ke dalam rezim UU Perlindungan Konsumen.

Dalam acara yang sama, Ketua Divisi Pendidikan Konsil Kedokteran Indonesia Wawang S Sukarya menegaskan hak-hak pasien sudah dijamin oleh undang-undang. Oleh karenanya, Wawang mengatakan seorang pasien itu harus cerdas dan kritis supaya dapat memahami hak-hak mereka.

“Untuk itu, pasien harus menjadi pasien yang cerdas dan kritis, namun di sisi lain pasien juga harus memahami profesionalitas dokter sehingga dokter jangan didikte,” ujar Wawang.

Sebagai bentuk kecerdasan itu, kata Wawang, seorang pasien berhak bertanya lebih dalam mengenai penyakit yang dideritanya. Apabila merasa tidak puas, pasien dapat meminta second opinion kepada dokter lain untuk membandingkan diagnosis yang diberikan dokter sebelumnya. “Meminta second opinion itu juga sebenarnya dijamin undang-undang,” imbuhnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait