Kebijakan BLT Tak Beri Jalan Keluar
Berita

Kebijakan BLT Tak Beri Jalan Keluar

Pemerintah juga harus mengontrol sektor pangan.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Kebijakan BLT Tak Beri Jalan Keluar
Hukumonline

Rencana pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi juga diikuti dengan rencana untuk memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat miskin. Pengucuran BLT dianggap sebagai jalan keluar guna menanggulangi daya beli masyarakat atas dampak kenaikan harga BBM. Namun, tak semua pihak setuju akan rencana pemerintah ini.

Salah satunya adalah pengamat ekonomi Hendri Saparini. Hendri menilai, guna menjaga daya saing dan daya beli tak bisa diatasi dengan pemberian BLT. “Yang penting adalah kita menjaga daya saing dan daya beli  masyarakat. Tidak hanya bicara soal harus ada BLT. Kok terlalu rendah cara pikir begitu,” kata Hendri kepada hukumonline di Jakarta, Selasa (9/4).

Hendri menjelaskan, BLT hanya diberikan kepada rakyat miskin yang totalnya hanya sebanyak dua belas persen dari total keseluruhan penduduk Indonesia. Sementara itu pemerintah seolah-olah melupakan 100 juta masyarakat yang mendekati miskin. Jika BBM bersubsidi dinaikkan dengan memberikan BLT, Hendri khawatir 100 juta masyarakat mendekati miskin akan masuk ke dalam golongan miskin karena tak memiliki kemampuan dan daya beli setelah BBM bersubsidi naik.

Jika pemerintah tetap akan menerapkan kebijakan tersebut, Hendri mempertanyakan cara pemerintah untuk mengontrol daya beli 100 juta warga yang mendekati  miskin. Hendri menilai persoalan daya beli dan daya sain masyarakat tidak hanya terletak pada subsidi energi, tetapi pemerintah sudah selayaknya mengontrol harga pangan. Kontrol harga energi dan harga pangan, lanjutnya, tentunya akan memperbaiki dan menyelamatkan daya beli masyarakat. “Inflasi terbesar itu dari makanan. Nah lakukan juga penekanan dari sisi lain, bukan hanya energi. Jadi keluarkan secara komprehensif strateginya. Itu yang harus dilakukan pemerintah,” ujarnya.

Strategi konprehensif dinilai menjadi salah satu jalan keluar agar masyarakat tak selalu dibebankan akan harga BBM yang mahal dan pangan yang juga mahal. Dua sektor penting ini, katanya, tidak cukup diselesaikan hanya dengan sebuah kebijakan seperti BLT.

Untuk diketahui, pemerintah kembali berencana akan menaikkan harga BBM bersubsidi tahun ini. Namun, wacana tersebut tak pernah terealisasi. Bahkan pemerintah mengatakan BBM subsidi tak akan naik karena pemerintah masih fokus pada program pengendalian dan pembatasan BBM bersubsidi. Sayangnya, wacana ini malah membuat situasi bisnis di dalam negeri menjadi khawatir karena tak ada kejelasan kebijakan energi.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pemerintah hanya memiliki dua kebijakan terkait BBM bersubsidi yakni menaikkan harga atau tetap pada program pengendalian dan pembatasan penggunaan BBM besubsidi. Tetapi ia tetap tak menjelaskan kapan kebijakan tersebut akan segera diputuskan. Yang pasti, lanjutnya, jika BBM bersubsidi naik pemerintah akan memberikan BLT kepada masyarakat miskin.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sofjan Wanandi sepakat jika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi dan memberikan BLT kepada masyarakat miskin. Pasalnya, naiknya harga BBM bersubsidi akan mengurangi beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Selain itu, dana dari pengurangan subsidi BBM dapat dialokasikan untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur yang selama ini dikeluhkan oleh dunia usaha. “Pemerintah ini tidak tegas dan menjadikan iklim bisnis menjadi tidak pasti. Sudah naikkan saja harga BBM bersubsidi kemudian berikan BLT,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait