Mursala:
Kisah Pengacara Batak di Layar Lebar
Resensi

Mursala:
Kisah Pengacara Batak di Layar Lebar

Pertentangan antara adat istiadat versus modernitas.

Oleh:
HOT (HOLE)
Bacaan 2 Menit
Mursala. Foto: 21cineplex.com
Mursala. Foto: 21cineplex.com

Profesi pengacara identik dengan suku Batak. Sulit membantah stigma ini. Faktanya, para pengacara yang seringkali tampil di ruang publik, melalui media, kebanyakan menyandang marga Batak. Mungkin lantaran stigma inilah, penulis skenario film Mursala memilih profil sang tokoh utama, Anggiat Simbolon sebagai seorang pengacara.

Film besutan Viva Westi ini mengisahkan kehidupan Anggiat —diperankan aktor Rio Dewanto, seorang anak rantau dari kawasan Tapanuli Tengah, yang sedang meniti karier sebagai pengacara di Jakarta. Di saat kariernya menanjak, Anggiat dipercaya menangani kasus pencurian sendal.

Kasus ini mendapatkan sorotan publik, karena terdakwanya adalah anak di bawah umur dan korban yang merasa sendalnya dicuri adalah seorang pejabat yang cukup ternama di ibukota —kasus yang serupa dengan perkara AAL, di Palu, Sulawesi Tengah. Sejak awal proses persidangan, Anggiat bersikukuh terdakwa yang menjadi kliennya tidak bersalah, meski kuasa hukum pejabat yang merasa menjadi korban sudah berulangkali menawarkan sejumlah uang untuk perdamaian.

Di tengah penanganan kasus pencurian sendal ini, Anggiat diminta oleh ibunya untuk pulang ke kampung halamannya, Pulau Mursala karena sang adik hendak melaksanakan pesta pernikahan. Anggiat memenuhi permintaan ibunya.

Momen pulang kampung pun menjadi momen bagi Anggita untuk bereuni dengan dua teman masa kecilnya semasa SMP, Saad Tanjung—diperankan oleh stand-up comedian Mongol—dan Taruli Sinaga—Titi Rajo Bintang, yang kebetulan berstatus sebagai pariban Anggiat.

Saat menghadiri pernikahan adiknya, Anggiat dikejutkan oleh kedatangan pasangannya, Clarissa Saragih. Kehadiran Clarissa langsung dimanfaatkan Anggiat untuk memperkenalkan kekasihnya itu ke sang ibunda tercinta.

Namun, nasib baik tak berpihak pada Anggiat. Ketika mengetahui bahwa Clarissa menyandang marga Saragih, sang ibunda menjelaskan kepada Anggiat bahwa Simbolon dan Saragih tidak bisa kawin-mawin, karena masih terhitung satu keturunan Pomparan ni si Raja Naiambaton (Parna).

Tags: