Kebuntuan dan Premanisme
Tajuk

Kebuntuan dan Premanisme

Preman dan premanisme adalah masalah yang bisa diselesaikan oleh masyarakat sendiri waktu masih berskala kecil dan terbatas pada kebutuhan hidup orang-orang yang tidak tersentuh sistem pendidikan, sistem jaminan sosial maupun sarana dan kesempatan berusaha.

Oleh:
Bacaan 2 Menit
Kebuntuan dan Premanisme
Hukumonline

Beberapa peristiwa yang muncul belakangan ini, dan cukup mengejutkan banyak pihak, melibatkan fenomena tindakan main hukum sendiri. Yang paling menonjol tentunya adalah eksekusi liar oleh sejumlah anggota militer di dalam penjara Cebongan, Yogyakarta, atas sejumlah tersangka yang diduga melakukan pengeroyokan sampai mati terhadap seorang intel militer. Mereka yang dieksekusi diduga adalah para preman yang belakangan sering mengacau keamanan dan ketenteraman Yogyakarta.

Eksekusi terhadap preman bukan hal baru. Awal tahun 1980’an, Soeharto memerintahkan tindakan gabungan militer dan polisi untuk melakukan tindakan terkoordinasi terkait dengan tingginya angka kriminalitas waktu itu. Hasilnya preman besar dan kecil, termasuk centeng pasar, diciduk dan sebagian dieksekusi. Tidak jelas siapa pelakunya, sehingga mereka dinamai “petrus” atau penembak misterius.

Reaksi masyarakat beragam. Sebagian awam yang telah merasakan muak hidup di bawah tekanan preman, menyambut hangat tindakan para petrus karena segera saja terlihat bukti positifnya, preman menghilang dari kota-kota besar di tanah air, dan untuk sementara ketertiban dan keamanan agak terkendali.

Aktivis HAM tentu protes keras, karena jelas ini usaha untuk membasmi kejahatan dengan kejahatan lain. Ini hanya bisa terjadi di negara represif yang tidak menghargai hukum dan penegakan hukum. Tegaknya hukum hanya dilihat dari kepentingan penguasa semata, ketertiban dan keamanan.

Pengalaman dari kasus petrus, dan penyerbuan Cebongan, jelas menunjukkan kebuntuan hukum dan penegakan hukum. Penegak hukum tidak mampu menjaga keamanan dan ketenteraman kehidupan sipil yang dalam kesehariannya selalu diganggu ulah preman. Militer yang memegang senjata merasa mendapat panggilan Sapta Marga, bertindak melangkahi hukum, karena penegak hukum dan criminal justice systems gagal secara efektif melindungi masyarakat.

Polisi gagal mengamankan lingkungan dimana mereka bertugas, jaksa gagal menuntut para preman secara efektif, dan hakim gagal memberikan hukuman yang efektif atas kejahatan-kejahatan yang muncul dari premanisme. Kalau mau lebih jauh lagi, masyarakat telah gagal membangun lingkungan sekitar mereka yang menolak atau tidak toleran terhadap praktik premanisme. Dan negara gagal dalam memberikan sistem pendidikan, sistem jaminan sosial, dan kesempatan berusaha secara adil dan merata sehingga ketimpangan ekonomi ada dimana-mana. Negara juga gagal untuk menjalin semua titik-titik itu, yang bila berhasil, tidak akan memberi kesempatan hidupnya premanisme.

Dari media masa, negara (polisi) kita ketahui menggunakan atau mentolerir preman. Pengusaha sering membutuhkan preman untuk proteksi atau mengamankan asetnya. Preman juga bagian dari organized crime. Preman juga sering dilibatkan dalam kegiatan orang-orang pemerintah, pengusaha dan bahkan organisasi berbasis agama.

Halaman Selanjutnya:
Tags: