Koalisi LSM Uji UU Koperasi
Berita

Koalisi LSM Uji UU Koperasi

Koalisi minta MK membatalkan pasal-pasal yang diuji.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Koalisi LSM Uji UU Koperasi
Hukumonline

Sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Ornop untuk Demokratisasi Ekonomi mempersoalkan UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang dinilai mencabut  “roh” kedaulatan rakyat, demokrasi ekonomi, asas kekeluargaan,  kebersamaan, seperti diatur dalam konstitusi.

Koalisi ornop yang terdiri dari LBH Jakarta, Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Koperasi, Koperasi Karya Insani, Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil, Yayasan Bina Desa Sadajiwa, Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga, Pusat Pengembangan Sumber Daya Wanita, Bina Swadaya, dan Kapal Perempuan secara resmi telah mendaftarkan uji materi UU Koperasi itu ke MK.    

Sejumlah pasal yang dipersoalkan khususnya terkait definisi koperasi, modal penyertaan, pengawas, dan wadah tunggal Dekopin. Menurut para pemohon ketentuan-ketentuan dalam UU Koperasi itu dinilai tak sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945.

“Logika perkoperasian dilanggar sama sekali. UU Koperasi seharusnya memiliki dasar teori yang memberikan pengakuan, perlindungan, dan pembedaan dengan bentuk badan usaha lain. Koperasi bukan korporasi atau sejenis dengan perusahaan,” kata juru bicara Koalisi, Suroto.

Koalisi Ornop menolak adanya modal penyertaan dari luar. Maeda Yoppy dari Koalisi menjelaskan semangat koperasi adalah persamaan dan kedaulatan anggota koperasi. Modal pun berasal dari pemberdayaan anggotanya secara bersama-sama.

Karenanya,  diperbolehkannya modal dari luar bisa menghancurkan otoritas anggota koperasi karena modal anggota bisa tidak bernilai jika dibandingkan modal yang mungkin masuk dari luar. “Semangat UU Koperasi ini liberal, seperti korporatisasi,” katanya.

Selain itu, UU Koperasi memperkenalkan Dewan Pengawas dan pembentukan wadah tunggal Dekopin (Dewan Koperasi Indonesia). Dewan Pengawas dikritik menyebabkan tidak adanya mekanisme check and balance di dalam internal organisasi koperasi.

Sementara wadah tunggal Dekopin dipersoalkan karena kasus korupsi yang menimpa pimpinannya dan tidak adanya komitmen untuk membangun koperasi.

“Kami juga mempersoalkan ketentuan bahwa koperasi harus berbentuk badan hukum, padahal koperasi suatu sistem ekonomi yang bermuatan sosial. Pasalnya, bagi warga pedesaan, ketentuan ini tentu akan sangat merumitkan,” kata Maeda.

Karena itu, Suroto menilai ketentuan-ketentuan itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 33, dan Pembukaan UUD 1945. “Pasal-pasal yang berhubungan dengan koperasi badan hukum, modal penyertaan, pengawas dan nonanggota serta Dekopin tidak mempunyai kekuatan mengikat untuk mencegah terjadinya korporatisasi koperasi,” pintanya.

Tags: