Perekrutan Hakim Agung Salah Jalan
Utama

Perekrutan Hakim Agung Salah Jalan

Tak ada kewenangan DPR lakukan fit and proper test dan memilih.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi fit and proper test di Komisi III. Foto : SGP
Ilustrasi fit and proper test di Komisi III. Foto : SGP

Proses seleksi Calon Hakim Agung (CHA) dinilai pakar hukum tata negara Fajrul Falaakh sudah salah jalan. Tak lagi sejalan dengan UUD 1945.

Berdasarkan konstitusi, proses perekrutan hakim agung memang melibatkan tiga lembaga, KY, DPR dan Presiden. Ditegaskan dalam konstitusi, KY yang diamanatkan untuk melakukan proses rekrutmen hakim agung agar yang terpilih tidak terpengaruh oleh kekuasaan legislatif maupun eksekutif.

KY lalu mengusulkan CHA ke DPR untuk disetujui atau sebaliknya. Setelah disetujui legislatif, Presiden mengangkat mereka seperti ketentuan Pasal 24A ayat (3) UUD 1945.

“Dengan kata lain, KY merekrut CHA sedangkan DPR mengonfirmasi menyetujui atau tidak menyetujui,” ujar Fajrul dalam Seminar ‘Menggugat Pemilihan Hakim Agung’ di Universitas Sahid, Jakarta, Kamis (17/6).

Menurut pengajar hukum Universitas Gajah Mada (UGM) itu, jika mengacu dan mengimplementasikan murni sesuai dengan konstitusi akan menghasilkan hakim agung yang jauh lebih baik. Namun faktanya, proses seleksi CHA yang dilakukan saat ini tidak demikian.

KY, urai Fajrul, hanya sebagai panitia seleksi (Pansel) tetap. Kemudian, KY mengajukan tiga calon untuk masing-masing lowongan hakim agung menjalani fit and proper test untuk kemudian DPR. Setelah calon dipilih DPR, KY menyampaikan hasil pilihan DPR ke presiden. “Dengan demikian terjadi politisasi perekrutan hakim agung sebanyak tiga kali,” ujarnya.

Ia berpendapat, CHA hasil seleksi KY dipilih DPR. Itu berarti DPR mengubah kewenangan dari hanya menyetujui menjadi memilih CHA. Sekaligus melibas kewenangan KY menjadi hanya mengusulkan pengangkatan CHA yang dipilih DPR. “Dengan kata lain, KY berganti peran sebagai ‘tukang posnya’ DPR,” paparnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait