RUU KUHP Perkuat Perlindungan Hakim dan Pengadilan
Berita

RUU KUHP Perkuat Perlindungan Hakim dan Pengadilan

Menyebutkan nama dan alamat pelapor kasus korupsi dan pencucian uang juga dikriminalisasi.

Oleh:
MYS/ASH/M-15
Bacaan 2 Menit
RUU KUHP Perkuat Perlindungan Hakim dan Pengadilan
Hukumonline

Para penyusun RUU KUHP telah memasukkan pasal-pasal mengenai penghormatan terhadap pengadilan, hakim, dan alat-alat perlengkapan pengadilan. Aturan mengenai perlindungan terhadap hakim dan pengadilan itu dimuat dalam satu bab khusus, yang berisi lima belas pasal yakni pasal 326-340 RUU.

Pengaturan mengenai pengadilan ini jauh lebih banyak dan lebih detil dibanding KUHP. Dengan pengaturan RUU KUHP ini, upaya menjaga kewibawaan peradilan semakin mendapat tempat. Upaya tersebut sudah lama diusulkan Mahkamah Agung lewat rekomendasi pengaturan contempt of court. Semangat yang sama tertuang dalam UU No. 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial.

Karena itu, Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur, menyatakan dukungan terhadap materi RUU KUHP sepanjang mengenai upaya menjaga wibawa pengadilan dan hakim. “Memang regulasi ini kita butuhkan untuk menjaga kewibaan serta penghormatan kepada lembaga peradilan. Apalagi kita belum memiliki UU Contempt of Court untuk menjaga kewibawaan dan keamanan peradilan,” ujarnya kepada hukumonline.

Pernyataan senada datang dari Asep Rahmat Fajar. Juru Bicara Komisi Yudisial ini menegaskan Komisi mendukung lahirnya aturan tentang contempt of court. Menjadi tugas Komisi Yudisial untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim, dan dalam arti luas menjaga kewibawaan pengadilan. “Komisi melihat lembaga peradilan harus dilindungi, termasuk dari potensi yang dapat menghancurkan wibawa pengadilan,” ujarnya.

RUU KUHP mengatur tindak pidana tentang gangguan proses pengadilan, penyesatan proses peradilan, menghalang-halangi proses peradilan, perusakan gedung, ruang sidang, dan alat perlengkapan sidang pengadilan. Selain itu, diatur perluasan perbuatan dan pemberatan pidana.

Namun rumusan yang ada masih berpotensi multitafsir. Pasal 336 RUU misalnya menyebutkan “setiap saksi dan orang lain yang berkaitan dengan tindak pidana terorisme, korupsi, hak asasi manusia, dan pencucian uang yang menyebutkan nama atau alamat pelapor atau hal-hal lain yang memberikan kemungkinan  dapat diketahuinya identitas pelapor dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan bisa dipidana paling lama satu tahun atau denda”. Maksud ‘orang lain’ dan ‘hal-hal lain’ dalam pasal ini masih membutuhkan penegasan, apakah pers yang memberitakan fakta yang terungkap dalam persidangan bisa dikenakan pidana atau tidak.

Rumusan Pasal 326 RUU pada dasarnya masih sangat umum dan membutuhkan penafsiran. Pasal ini mengancam ‘setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya proses peradilan’. Apa ukuran terganggunya proses peradilan? Apakah proses peradilan dalam konteks ini termasuk penyidikan dan penuntutan? Pengunjung sidang terutama menjadi sasaran ancaman pasal ini.

Pasal 337 pun mengkriminalisasi orang yang merusak gedung, ruang sidang, dan alat perlengkapan sidang. Hukuman penjara maksimal dalam pasal ini adalah 15 tahun, yaitu tindak pidana yang mengakibatkan hakim, jaksa, advokat, atau polisi meninggal dunia akibat tindakan pengrusakan saat sidang berlangsung. Pasal ini relevan dengan pembunuhan hakim agama PA Sidoarjo yang dilakukan seorang perwira Angkatan Laut.

Pasal 338 mengatur tindak pidana penyerangan langsung kepada hakim yang mengakibatkan hakim tidak dapat menjalankan tugas, berisi ancaman pidana penjara maksimal tujuh tahun.

Dan masih banyak pasal lain yang layak dikaji sebelum RUU KUHP disahkan menjadi Undang-Undang. RUU ini menjadi salah satu prioritas Komisi III DPR, meskipun sebagian kalangan yakin pembahasannya tidak akan mudah.

Tags:

Berita Terkait