Praktik Outsourcing Perusahaan Rokok Dilaporkan ke ILO
Berita

Praktik Outsourcing Perusahaan Rokok Dilaporkan ke ILO

Salah satu perusahaan rokok multinasional yang beroperasi di Indonesia diduga melanggar aturan ketenagakerjaan.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Praktik Outsourcing Perusahaan Rokok Dilaporkan ke ILO
Hukumonline

Sejumlah serikat pekerja dan organisasi masyarakat sipil (LSM) melaporkan dugaan pelanggaran hukum ketenagakerjaan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan rokok berskala multinasional ke organisasi perburuhan internasional (ILO). Menurut Managing Director Partisipasi Indonesia, Arie Ariyanto, maksud kedatangannya ke kantor ILO Jakarta untuk menyampaikan hasil penelitian di industri padat karya. Salah satu hasil penelitian itu mensinyalir ada pelanggaran hukum ketenagakerjaan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan rokok yang mayoritas sahamnya sudah dimiliki oleh perusahaan rokok multinasional.

Arie menjelaskan, dalam melaksanakan kegiatan usaha, perusahaan tersebut melimpahkan kegiatan utama produksinya kepada pihak ketiga. Menurutnya, pelimpahan pekerjaan yang sering disebut outsourcing itu tak sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan yang ada, mulai dari UU Ketenagakerjaan sampai Permenakertrans Outsourcing. Misalnya, pekerjaan yang boleh di-outsourcing adalah kegiatan penunjang dan dibatasi hanya lima jenis pekerjaan. Melihat pelanggaran itu,Arie bersama serikat pekerja sudah melaporkannya ke Kemenakertrans dan bertemu pejabat terkait.

Pihak Kemenakertrans berjanji menindaklanjuti pengaduan yang sudah disampaikan. Namun, kata Arie, sejak lama laporan itu disampaikan, dirinya belum mengetahui hasil investigasi yang sudah dilakukan pihak Kemenakertrans. Padahal, Arie pernah meminta hasil itu namun tak kunjung diberikan. Oleh karenanya, ke depan ia akan melakukan upaya untuk mendapat informasi itu lewat mekanisme keterbukaan informasi publik (KIP).

Merasa telah terjadi praktik ketenagakerjaan yang buruk di perusahaan multinasional tersebut, Arie bersama serikat pekerja melaporkannya ke ILO. Ia berharap agar organisasi yang berada di bawah naungan PBB itu dapat membantu mengkampanyekan isu praktik outsourcing di perusahaan rokok. Mengingat perusahaan itu beroperasi di berbagai negara, Arie mengatakan ILO dianggap berkepentingan untuk membeberkan segala temuan di lapangan atas dugaan pelanggaran yang dilakukan.

Arie berharaptidak terjadi preseden buruk dalam praktik hubungan industrial. Sekaligus, ILO dituntut untuk melakukan tekanan kepada Kemenakertrans agar serius menegakan hukum ketenagakerjaan. “Kami minta ILO bertindak untuk memberi penegasan kepada pemerintah,” katanya saat melaporkan temuan itu di kantor ILO Jakarta, Senin (27/5).

Arie menambahkan, dari puluhan ribu pekerja di perusahaan rokok itu, sekitar 75 persen pekerja outsourcing. Pekerja berstatus tetap diantaranya hanya bagian pemasaran. Salah satu praktik outsourcing yang dilakukan dengan membangun Mitra Produksi Sigaret (MPS) yang tersebar di berbagai kota di pulau Jawa. MPS memproduksi rokok kretek dan mempekerjakan para pekerja dengan upah dan pemenuhan hak yang minim. Salah satu faktor yang membuat pelanggaran itu tetap berlangsung menurut Arie ada keterlibatan pejabat daerah setempat. Apalagi tak sedikit MPS yang dimiliki oleh pihak-pihak yang punya relasi kuat dengan pejabat lokal.

Pada kesempatan yang sama Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, mengatakan praktik outsourcing yang digunakan oleh perusahaan rokok mulitnasional itu ada dua jenis. Yaitu outsourcing pekerjaan lewat sistem MPS dan mempekerjakan pekerja outsourcing dari sebuah perusahaan penyedia jasa pekerja. Mengacu peraturan yang ada, Timboel melihat kedua jenis praktik outsourcing itu diterapkan pada jenis kegiatan utama yang sesungguhnya tak boleh dilakukan. Misalnya, para pekerja di MPS bertugas melinting rokok dan pekerja dari perusahaan outsourcing bekerja membungkus rokok.

Tags: