Pemeriksaan Notaris Tak Perlu Persetujuan MPD
Utama

Pemeriksaan Notaris Tak Perlu Persetujuan MPD

Persetujuan MPD bertentangan dengan prinsip independensi proses peradilan.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
MK mengabulkan pengujian UU Jabatan Notaris. Foto: SGP
MK mengabulkan pengujian UU Jabatan Notaris. Foto: SGP

Majelis MK memutuskan mengabulkan permohonan uji materi Pasal 66 ayat (1) UU No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diajukan Kant Kamal. Dalam putusannya, MK membatalkan frasa “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah” dalam pasal yang diuji. Dengan demikian, pemeriksaan proses hukum yang melibatkan pejabat notaris tak perlu persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD).  

“Menyatakan frasa ‘dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah’ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua Majelis MK, M. Akil Mochtar saat membacakan putusannya di Gedung MK, Selasa (28/5).

Mahkamah menyatakan proses peradilan guna mengambil dokumen dalam penyimpanan notaris dan memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan  yang berkaitan dengan dokumen-dokumen yang dibuatnya tidak perlu meminta persetujuan MPD. Prosedur persetujuan itu dinilai bertentangan dengan prinsip equal protection sebagaimana yang dijamin UUD 1945.

Menurut Mahkamah, perlakuan berbeda terhadap notaris dapat dibenarkan sepanjang perlakuan itu masuk lingkup Kode Etik Notaris yakni sikap, tingkah laku, dan perbuatan notaris yang berhubungan dengan moralitas. Sedangkan notaris selaku warga negara dalam proses penegakan hukum pada semua tahapan harus diberlakukan sama di hadapan hukum seperti dijamin Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945.

Mahkamah menilai ketentuan yang mengharuskan adanya persetujuan MPD bertentangan dengan prinsip independensi dalam proses peradilan dan bertentangan dengan kewajiban seorang notaris sebagai warga negara. Dengan begitu, akan terhindarkan adanya proses peradilan yang berlarut-larut yang mengakibatkan berlarut- larutnya pula upaya penegakan keadilan yang akhirnya dapat menimbulkan pengingkaran terhadap keadilan itu sendiri.

“Keadilan yang tertunda adalah keadilan yang tertolak (justice delayed justice denied),” kata Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva saat membacakan pertimbangan hukum.

Di sisi lain, lanjut Hamdan, MK memahami pentingnya menjaga wibawa seorang notaris selaku pejabat umum yang harus dijaga kehormatannya, sehingga perlu perlakuan khusus dalam rangka menjaga harkat dan martabat notaris dalam proses peradilan. Termasuk, diperlukan sikap kehati-hatian dari penegak hukum dalam melakukan tindakan hukum terhadap notaris.  

Tags:

Berita Terkait