Tiada Kompromi: Ketika Yap Thiam Hien Ditantang Seratus Dewa
Kolom

Tiada Kompromi: Ketika Yap Thiam Hien Ditantang Seratus Dewa

“…tak seorangpun ia tuntut selain dirinya sendiri. Dan tak sedikitpun pamrih ia harapkan untuk dirinya sendiri. Ia berdebat dengan banyak pihak dan yang ia tantang lebih banyak lagi – para pemimpin politik, hakim-hakim, jaksa-jaksa, polisi, rekan-rekan seprofesi, gerejanya, Perjanjian Lama, sebagian isi Perjanjian Baru, dan bahkan, saya kira, Tuhannya.” (Daniel S. Lev: 1989)

Bacaan 2 Menit
Tiada Kompromi: Ketika Yap Thiam Hien Ditantang Seratus Dewa
Hukumonline

Para pahlawan tidaklah dilahirkan begitu saja, tapi terbentuk melalui suatu proses. Begitu pula halnya dengan sosok pahlawan pembela HAM di Indonesia, Yap Thiam Hien. Meski namanya telah banyak dikenal dalam lingkup komunitas hukum dan masyarakat luas, belum ada satu buku yang secara utuh dan merinci menggambarkan bagaimana jati diri Yap terbentuk. Tentu bukannya belum ada buku sama sekali tentang Yap.

Kalau Anda mau menelusurinya, barangkali bisa saja Anda temukan hasil suntingan Todung Mulya Lubis dan Aristides Katoppo (“Yap Thiam Hien: Pejuang Hak Asasi Manusia”, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1990) atau hasil suntingan Daniel Hutagalung (“Yap Thiam Hien: Negara, HAM dan Demokrasi”, YLBHI, Jakarta, 1998). Namun, karya-karya mereka ini baru berupa rangkaian jejak pemikiran Yap, serta belum memberikan gambaran pembentukan kepribadian tokohnya sendiri.

Di dalam “No Concessions”, Daniel S. Lev menceritakan dengan rinci kehidupan pahlawan pembela HAM itu, dari dia lahir hingga dia ditangkap dalam peristiwa Malari pada tahun 1974. Di samping, tentu saja, betapa gigihnya Yap selama hidupnya bertarung di pengadilan menghadapi realitas politik yang menggerogoti sendi-sendi negara hukum di negerinya.

Sebagai sebuah karya Dan Lev, keberadaan buku ini juga tak kalah istimewa. Sebagian dari Anda yang menekuni kajian politik Indonesia, barangkali telah mengenal tajamnya pisau analisis Dan Lev dari buku “Legal Evolution and Political Authority in Indonesia: Selected Essays” (2000) yang merekam perkembangan (atau kemerosotan?) institusi-institusi hukum di Indonesia.

Namun, dalam beberapa segi, “No Concessions” ini bahkan bisa dibilang lebih istimewa dari kumpulan tulisan Dan Lev itu. Bukan hanya karena “No Concessions” merupakan karya terakhir Dan Lev yang bahkan belum sepenuhnya dapat dituntaskan selama hidupnya, tetapi buku ini juga semacam suatu refleksi dari pengalaman intelektualnya yang sedikit banyak dia temukan kembali dalam diri Yap.

Berkat bantuan isteri Dan Lev, Arlene Lev, serta beberapa teman dekatnya, seperti Ben Anderson, Sebastian Pompe, dan Ibrahim Assegaf, buku tersebut pada akhirnya terselesaikan juga. Tentu, tanpa bantuan dari Yap sendiri, beserta keluarga besarnya, penyusunan buku ini akan mustahil dilakukan. Sejak wawancara pertama dengan Yap pada bulan Agustus 1971, Dan Lev dengan tekun menelusuri kembali sepak terjang tokoh yang dikaguminya itu dari masa awal hidupnya, termasuk kehidupan pribadinya.

Judul

No Consessions: The Life of Yap Thiam Hien, Indonesian Human Rights Lawyer

Penulis

Daniel S Lev

Penerbit

University of Washington Press, Seattle & London

Cet-1

2011

Halaman

466

Halaman Selanjutnya:
Tags: