EITI Indonesia Berikan Perspektif Industri Ekstraktif
Berita

EITI Indonesia Berikan Perspektif Industri Ekstraktif

Pengelolaan data secara manual oleh Ditjen Minerba Kemneterian ESDM menjadi suatu kelemahan.

Oleh:
YOZ
Bacaan 2 Menit
Sekretaris Komunikasi EITI Indonesia, Fajar Reksoprodjo. Foto: YOZ
Sekretaris Komunikasi EITI Indonesia, Fajar Reksoprodjo. Foto: YOZ

Extractive Indutries Transparency Initiative (EITI) Indonesia mencatat, jumlah setoran perusahaan ekstraktif di sektor migas (minyak dan gas) serta minerba (mineral dan batu bara) sepadan dengan penerimaan negara. Namun, laporan EITI menunjukkan kelemahan pengelolaan data oleh Diitjen Mineral dan Batubara (Minerba) Kemnetarian ESDM.

“Lebih jauh lagi, laporan tersebut juga menunjukkan detil yang sama bagi setiap perusahaan pertambangan besar dan kecil, termasuk perusahaan yang memiliki ijin lokal,” kata Extractive Industry Revenue Specialist EITI Indonesia, Ambarsari Dwi Cahyani, di Jakarta, Selasa (4/6).

Laporan perdana transparansi penerimaan industri ekstraktif tersebut khusus pada periode anggaran 2009. Dinyatakan dalam laporan tersebut bahwa setoran perusahaan dengan catatan penerimaan negara dari industri migas dan tambang minerba sebesar Rp251,7 triliun (setara US$24,2 miliar, kurs Rp10.400) untuk pajak maupun nonpajak.

Menurut Ambar, dengan laporan ini, masyarakat mulai dapat mengetahui berapa pembayaran yang dilakukan oleh setiap perusahaan migas atau pertambangan kepada setiap instansi pemerintahan yang berwenang.

Sebelum implementasi EITI, lanjut Ambar, angka yang tersedia hanya kontribusi total atas royalti yang dibayarkan seluruh perusahaan pertambangan. Laporan EITI Indonesia menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan pertambangan mineral (emas, tembaga, nikel, timah dan bauksit) ini memberikan kontribusi Rp12,5 triliun (US$1,2 milyar) pajak penghasilan dan Rp12,5 (US$1,2 milyar) royalti.

Sementara perusahaan-perusahaan pertambangan batubara dalam laporan ini memberi kontribusi sekitar Rp10,4 trilyun (US$1 miliar) pajak penghasilan dan Rp13,5 triliun (US$1,3 miliar) royalti. Angka kontribusi total akan lebih besar, karena Laporan EITI ini tidak melingkupi perusahaan pertambangan kecil serta beberapa perusahaan menengah dan besar yang angka setoran pajaknya tidak dapat disampaikan oleh Ditjen Pajak.

"Sebab itu, terkait dengan pemenuhan ketentuan UU Pajak mengenai pengungkapan data wajib pajak," ujar Ambar.

Tags: