Inilah Hasil Penelitian tentang Bantuan Hukum di Daerah
Utama

Inilah Hasil Penelitian tentang Bantuan Hukum di Daerah

Landasan hukum dan pola pendanaan beragam. Acapkali dibuat untuk memenuhi janji politik.

Oleh:
MUHAMMAD YASIN
Bacaan 2 Menit
Kantor YLBHI di Jakarta. Foto: Sgp
Kantor YLBHI di Jakarta. Foto: Sgp

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) telah meluncurkan hasil penelitian tentang program bantuan hukum di daerah. Riset aksi itu dilakukan di lima provinsi (Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, Jawa Tengah, dan Jawa Timur) dan lima kabupaten/kota (Musi Banyuasin, Palembang, Semarang, Makassar, dan Sinjai).

Hasilnya? Belum ada kesamaan pola penyelenggaraan bantuan hukum di daerah. Landasan hukum, mekanisme pendanaan, syarat mendapatkan bantuan, dan inisiatif penyusunan masih beragam. Keanekaragaman ini antara lain disebabkan sebagian daerah sudah menjalankan program sebelum UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum lahir. Namun, bantuan bisa dpakai untuk perkara pidana dan perdata.

Sebagian besar program bantuan hukum di daerah justru datang dari kepala daerah. Ini menunjukkan pemberian bantuan hukum tak lepas dari upaya kepala daerah memenuhi janji-janji politik saat kampanye. “Lebih disebabkan oleh program politik kepala daerah yang dikampanyekan sebelum terpilih,” demikian antara lain hasil analisis riset yang dilansir pada Kamis (30/5) pekan lalu.

Motif politik itu pula yang membawa konsekuensi pada landasan hukum. Sebagian besar payung hukum bantuan hukum di daerah adalah Peraturan atau Surat Keputusan Kepala Daerah. Bahkan ada yang didasarkan pada perjanjian antara walikota dengan tim advokasi. Padahal jika dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda), payung hukumnya lebih kuat. “Kebijakan bantuan hukum yang berasal dari keputusan atau peraturan kepala daerah cenderung bersifat simbolik, sehingga dalam pelaksanaan tidak maksimal”.

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Wicipto Setiadi, mengapresiasi daerah-daerah yang sudah berinisiatif membuat program bantuan hukum. UU No. 16 Tahun 2011 justru semakin membuka peluang bagi daerah untuk menganggarkan dana bantuan hukum di APBD. Keberlangsungan program, diyakini Wicipto, bergantung pada kepedulian kepala daerah. “Tergantung concern kepala daerah,” ujarnya.

Setback

Apresiasi senada disampaikan Abdul Rahman Saleh. Namun Ketua Dewan Pembina YLBHI ini risau dengan fakta, ada daerah yang mensyaratkan dana bantuan hukum bisa diberikan jika perkaranya tidak ‘melawan’ atau berhadapan dengan Pemda. Menurut dia, jika daerah membuat syarat tidak menggugat Pemda sama saja kembali ke masa lalu. “Itu setback namanya,” kata mantan Jaksa Agung itu.

Persyaratan semacam itu tercantum dalam Peraturan Bupati Sinjai No. 8 Tahun 2010 tentang Pelayanan Bantuan Hukum kepada Masyarakat Tidak Mampu. Pasal 3 ayat (5) Perbup ini mengatur ‘Pelayanan bantuan hukum tidak diberikan terhadap sengketa yang berkaitan dengan pemerintah daerah”.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait