BI Awasi Pertumbuhan Kredit Properti
Berita

BI Awasi Pertumbuhan Kredit Properti

Tingkat kredit bermasalah masih rendah.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
BI Awasi Pertumbuhan Kredit Properti
Hukumonline

Pertumbuhan kredit properti di Indonesia semakin lama semakin besar. Atas dasar itu pula, kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo, otoritasnya mewaspadai pertumbuhan ini. "Justru kami sekarang sedang mengawasi bahwa ternyata pertumbuhan kredit properti bisa di atas 35 persen bahkan 40 persen, jadi kita waspadai," katanya, Jumat (14/6).

Meski bertumbuh deras, lanjut Agus, tingkat kredit bermasalah (non performing loan) perbankan nasional masih berada di bawah level tiga persen dengan rasio kecukupan modal di atas 18 persen. Atas dasar itu pula, kenaikan suku bunga acuan (BI Rate) tidak kontraproduktif dengan misi mendorong intermediasi lembaga keuangan.

"Kalau akibat pengetatan kita menaikkan BI rate kemudian (dikhawatirkan, red) ada dampak ke perbankan, perbankan kita selama ini justru masih berkembang sehat, masih bisa tumbuh di atas 20 persen secara kredit," tutur mantan Menteri Keuangan ini.

Menurut Agus, jika dilihat dari kondisi perekonomian saat ini dan tahun lalu, terdapat perbedaan dari kenaikan BI Rate. Tahun lalu, kondisi perekonomian mengalami surplus, indikator-indikator perekonomian cukup baik, di mana tidak ada defisit perdagangan dan fiskal yang besar serta tidak ada primary balance yang negatif.

Jika tahun ini, terdapat kondisi yang harus diwaspadai yaitu defisitnya fiskal dan transaksi berjalan. "Tolong lihat yang pas supaya jangan salah diambil pesannya. Jadi satu tahun yang lalu iklim ekonomi beda dengan sekarang. Sedangkan sekarang situasi perlu kita waspadai yaitu kondisinya ada transaksi berjalan defisit, fiskal defisit, investor khawatir dan ada inflasi," katanya.

Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, BI tengah memantau dampak kenaikan BI Rate terhadap peningkatan suku bunga dan kredit perbankan. Pantauan atau pengawasan yang dilakukan BI lebih kepada stabilitas sisi prudensial pada setiap perbankan.

"Ini kita masih memantau. Kan baru kemarin, kami belum punya informasi yang lengkap," ujar Halim.

Jika dilihat dari sisi likuiditas, lanjut Halim, perbankan saat ini masih memiliki rasio kecukupan modal yang bagus untuk proses intermediasi. Namun, terdapat pula sejumlah bank lain yang pertumbuhan kreditnya terjadi lebih cepat dibandingkan dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Terhadap hal-hal seperti ini, BI memperkirakan beragam reaksi yang dilakukan perbankan.

Menurutnya, ada bank yang tidak menaikkan suku bunga kredit lantaran menjaga pangsa pasarnya. Ada pula bank yang menaikkan suku bunga depostionya dengan tujuan memperoleh sumber dana yang lebih banyak. "Tapi ada juga yang mungkin dua-duanya tidak dilakukan untuk mengurangi marginnya," ujar Halim.

Hingga kini, lanjut Halim, porsi kredit properti di perbankan masih tergolong rendah, yakni di bawah level 10 persen. Meski begitu, kewaspadaan perlu ditingkatkan lagi oleh BI dengan harapan, tak terjadinya bubble di sektor properti. "Jangan sampai melebihi kepercayaan yang berlebih-lebihan, jadi harus diamati, supaya tidak jor-joran berikan kredit," katanya.

Sebelumnya, dari hasil rapat Dewan Gubernur BI kemarin diputuskan bahwa BI Rate naik sebesar 25 basis poin, dari 5,75 persen menjadi enam persen. BI menyatakan, kenaikan BI Rate merupakan bagian dari bauran kebijakan pre-emptive bank sentral dalam merespon meningkatnya ekspektasi inflasi serta memelihara kestabilan makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan.

Tags: