RUU Ormas Disahkan, DPR Abaikan Suara Rakyat
Berita

RUU Ormas Disahkan, DPR Abaikan Suara Rakyat

Berbagai organisasi masyarakat sipil mulai dari LSM sampai serikat pekerja menolak pengesahan RUU Ormas.

Oleh:
ADY/RFQ
Bacaan 2 Menit
RUU Ormas Disahkan, DPR Abaikan Suara Rakyat
Hukumonline

Koalisi organisasi masyarakat sipil yang terdiri dari Imparsial, Setara Institute, Elsam, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) secara tegas menolak RUU Ormasyang rencananya akan disahkan, Selasa (25/6).Menurut direktur eksekutif Imparsial, Poengky Indarti, jika pekan depan RUU Ormas disahkan sebagaimana direncanakan, koalisi menilai DPR telah mengabaikan suara rakyat. Pasalnya, koalisi sudah berkali-kali menyatakan berbagai hal yang menjadi keberatan atas RUU Ormas, tapi sayangnya tidak digubris.

Menurut Poengky, RUU Ormas merupakan titik balik demokrasi yang mulai tumbuh di Indonesia sejak reformasi. Pasalnya, ketentuan dalam RUU Ormas cenderung membatasi dan mempersulit kegiatan berserikat yang dilakukan masyarakat sipil. Pada awalnya, Poengky melihat salah satu dalih yang digulirkan pemerintah dan DPR untuk menerbitkan RUU Ormas adalah mencegah terjadinya tindak kekerasan yang kerap dilakukan ormas tertentu.

Namun, dalam RUU Ormas, ketentuan yang mengarah untuk mencegah dan menindak ormas yang sering melakukan tindak kekerasan tidak tampak. Menurut Poengky yang terlihat malah tingginya kendali negara yang terlalu jauh dalam kehidupan berserikat masyarakat. “Pemerintah dan DPR mestinya mendengarkan suara rakyat, tapi mereka tidak mendengar,” katanya dalam jumpa pers di kantor Imparsial Jakarta, Jumat (21/6).

Pada kesempatan yang sama Direktur Program Imparsial, Al Araf, mengatakan koalisi masih teguh pada pandangannya melihat RUU Ormas tidak penting sebagai regulasi untuk mengatur kegiatan berserikat dan berorganisasi masyarakat. Menurutnya, ruh dari RUU Ormas tak ubahnya seperti UU No.8 Tahun 1985 tentang Ormas, ketentuan yang termaktub mengarah kepada represi terhadap kebebasan masyarakat sipil. Walau begitu Al menegaskan bukan berarti organisasi masyarakat sipil menolak untuk diatur. “Pengaturannya harus mengacu kerangka hukum yang tepat yaitu ormas diatur lewat UU Perkumpulan, UU Yayasan atau bahkan UU Koperasi,” tegasnya.

Kendali pemerintah terhadap ruang gerak masyarakat sipil dalam RUU Ormas menurut Al akan dilakukan lewat politik pendaftaran dan pembekuan atau pembubaran. Apalagi di dalam RUU Ormas banyak pasal karet yang bakal menimbulkan persoalan di tataran implementasi. Misalnya, organisasi anti korupsi yang menyuarakan penindakan terhadap pejabat publik yang terlibat korupsi, dapat dianggap mengganggu kedaulatan negara.

Selaras dengan itu, mengingat organisasi non pemerintahan dan serikat pekerja menolak pengesahan RUU Ormas, DPR harusnya bercermin dan tidak mengesahkannya. Jika terbukti pada Selasa (21/6) RUU Ormas diketok palu di sidang paripurna, maka dapat dikatakan DPR tidak mewakili kepentingan rakyat. “Ini menunjukan parlemen tidak merepresentasikan kepentingan rakyat, tapi kepentingan lain,” tuturnya.

Untuk itu Al mengatakan anggota DPR yang nanti mengesahkan RUU Ormas, tidak layak lagi dipilih pada Pemilu 2014. Pasalnya, lewat pengesahan itu anggota-anggota DPR tersebut secara nyata mengabaikan aspirasi rakyat. Selain melakukan kampanye politik agar masyarakat tidak memilih anggota-anggota DPR yang mengesahkan RUU Ormas, Al mengatakan koalisi akan menempuh Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi. Dalam melakukan kampanye, koalisi akan memperkuat jaringannya sampai ke tingkat daerah, khususnya di wilayah pemilihan anggota DPR yang bersangkutan.

Tags: