Djakarta Lloyd Kembali Terancam PKPU
Berita

Djakarta Lloyd Kembali Terancam PKPU

Perubahan permohonan fokus pada status Jakarta Lloyd.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
Djakarta Lloyd Kembali Terancam PKPU
Hukumonline

Menggunakan setelan kemeja putih celana hitam, pengacara John K.Azis keluar dari ruang sidang. Sesaat ditanya, “Ini kasus lama, kita masukin lagi karena sebelumnya ditolak,” jawabnya usai persidangandi Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat, Kamis (27/6).

Selaku kuasa hukum Julia Tjandra, Johnkembali mendaftarkan permohonan PKPU atas PT Djakarta Lloyd (Persero) selang 9 hari pascaputusan. Pasalnya, Tjandra merasa tak puas dengan dalil pertimbangan majelis yang tidak menerima permohonan PKPU Tjandra dengan dasar Pasal 223 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang(PKPU).

Putusan yang dibacakan pada 10 Juni 2013 itu mengatakan tidak dapat menerima permohonan PKPU pemohon karena Djakarta Lloyd adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara(BUMN). Sehingga, pihak yang berhak mengajukan permohonan tersebut adalah Menteri Keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 223 UUKepailitan dan PKPU.

Perbaikan permohonan tampak pada penekanan status Djakarta Lloyd. Menurut John, Djakarta Lloyd tidak termasuk dalam kategori BUMNsebagaimana diatur dalam Pasal 223 UUKepailitan. Pasal ini menegaskan BUMN yang dimaksud adalah BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik.

Sesuai dengan Pasal 3 Anggaran Dasar Djakarta Lloyd, perseroan yang didirikan di Tegal pada 1950 ini bertujuan untuk mendapatkan dan mengejar keuntungan. Perseroan dijalankan dengan menggunakan prinsip-prinsip perseroan sehingga tunduk pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas(UUPT).

“Mereka (pemohon PKPU,red) memasukkan permohonan lagi karena menyatakan Djakarta Lloyd bukan perusahaan public service,” tutur Kepala Divisi Hukum dan Umum PT Djakarta Lloyd (Persero) Yusnita Hafnur.

Hubungan Hukum Tjandra-Djakarta Lloyd

Kegigihan Tjandra mengajukan permohonan PKPU terhadap Djakarta Lloyd lantaran persero hingga kini belum membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih senilai 400 juta yen Jepang. Utang piutang ini berasal dari Surat Sanggup Jangka Menengah atau Medium Term Note (MTN).

Tags:

Berita Terkait