Kamar Pidana MA Bahas Polemik Uang Pengganti
Utama

Kamar Pidana MA Bahas Polemik Uang Pengganti

Ada tiga kesimpulan dalam forum rutin pertemuan informal para hakim di kamar pidana MA.

Oleh:
ALI
Bacaan 2 Menit
MA bahas polemik pidana uang pengganti. Foto: SGP
MA bahas polemik pidana uang pengganti. Foto: SGP

Para hakim agung yang tergabung dalam kamar pidana mencapai kata sepakat mengenai polemik seputar pengaturan pidana uang pengganti.

Ketua Kamar Pidana MA Artidjo Alkostar menjelaskan ada tiga kesimpulan yang dicapai terkait uang pengganti. Pertama, bila terpidana hanya mampu membayar sebagian uang pengganti, maka sisa dari kewajiban pembayarannya akan dikonversikan dengan pidana penjara yang harus dijalani.

Beberapa hakim MA mengusulkan rumusan bagaimana menghitung penerapan pidana uang pengganti. Misalnya, Hakim Agung Suhadi. Dia mencontohkan jika seorang terdakwa dihukum membayar uang pengganti Rp20 Miliar subsidair lima tahun penjara. Lalu, ternyata terpidana hanya mampu membayar Rp16 Miliar.

Suhadi mengusulkan rumus, total uang pengganti yang harus dibayar (Rp20 Miliar) dikurangi Rp16 Miliar. Lalu, hasil yang didapat (Rp4 Miliar) dibagi Rp20 Miliar, lalu dikalikan subsidiaritas penjara (lima tahun). Akhirnya, ditemukan angka satu tahun yang harus dijalani oleh terpidana sebagai sisa penjara pengganti.

“Ada usulan Pak Suhadi, ada juga usulan rumusan Prof Krisna Harahap dan Syamsul Rakan Chaniago (Hakim adhoc tipikor pada MA, red). Ini intinya untuk menghargai sebagian yang dibayar. Detil rumusnya kita akan diskusikan secara terbatas. Yang penting sudah ada gambaran,” ujarnya.

Selama ini, Kejaksaan dan hakim sering kebingungan untuk menyikapi pembayaran uang pengganti. Apalagi, bila harta terpidana tak mencukupi untuk membayar uang pengganti. Praktiknya, bila harta terpidana tak cukup, maka terpidana tetap harus menjalani pidana penjara pengganti (subsidiaritas).

Kesimpulan kedua, terkait pengalihan aset terdakwa atau terpidana korupsi yang statusnya dalam penyitaan. Para hakim agung berpendapat aparat penegak hukum harus berani memidanakan pelaku pengalihan aset tersebut.

Tags:

Berita Terkait