Klausul Arbitrase Tak Menghalangi Pailit
Berita

Klausul Arbitrase Tak Menghalangi Pailit

Sebelum perkara pailit diajukan, termohon lebih dahulu membawa pemohon ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Masih seputar sederhana tidaknya pembuktian utang.

Oleh:
MYS/HRS
Bacaan 2 Menit
Klausul Arbitrase Tak Menghalangi Pailit
Hukumonline

Bolehkan urusan utang piutang dibawa ke Pengadilan Niaga padahal dalam perjanjian bisnis kedua belah pihak ada klausul arbitrase? Jawaban atas pertanyaan ini telah diberikan majelis hakim kasasi yang memutus perkara No. 45K/Pdt.Sus/2013.

Perkara ini adalah mengenai permohonan pailit PT Pupuk Indonesia Holding Company (Persero) – kini PT Pupuk Indonesia—dan PT Pupuk Sriwidjaja Palembang (PSP) terhadap PT Sri Melamin Rejeki (SMR). Dalam hubungan bisnis Pupuk Sriwidjaja dengan SMRdibuat perjanjian yang salah satu isinya menyepakati forum arbitrase sebagai penyelesaian sengketa. Namun dalam salah satu pertimbangan, majelis kasasi menyatakan klausul arbitraseyang terdapat dalam perjanjian antara pemohon dan termohon tidak menghalangi suatu permohonan pailit.

Majelis kasasi –beranggotakan Prof. Valerine JL Kriekhoff, Nurul Elmiyah dan Soltoni Mohdally—merujuk pada Pasal 303 UU No. 37 Tahun 2004tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan). Ketentuan ini menegaskan ‘Pengadilan tetap berwenang memeriksa dan menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dari para pihak yang terikat perjanjian yang memuat klausul arbitrase, sepanjang utang yang menjadi dasar permohonan pernyataan pailit telah memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan’.

Majelis juga menampik utang termohon tidak sederhana. Berita Acara Rekonsiliasi Utang Piutang antara Pupuk Sriwijaya dan SMR tertanggal 13 Oktober 2010 membuktikan adanya utang. Kalaupun Direktur tak membubuhkan tanda tangan dalam berita acara tersebut, majelis menilainya bukan sebagai masalah karena perhitungan adalah rekonsiliasi utang yang nyata. Lalu syarat kreditor lain dan utang yang jatuh tempo sudah terpenuhi. Ditambah lagi perusahaan termohon tidak lagi operasional alias kegiatan nol, sehingga menurut majelis, ‘kemungkinan pembayaran utang lewat jalur biasa sudah tidak terlalu bisa diharapkan’.

Bahrul Ilmi Yakup, pengacara Pupuk Sriwijaya, mengkonfirmasi putusan kasasi itu, dan memastikan sudah menerima salinan resmi putusan dari Mahkamah Agung. “Sudah terima,” ujarnya saat dihubungi hukumonline via telepon.

Pertimbangan majelis mengenai klausul arbitrase, menurut Bahrul, menegaskan dan memberi jawaban atas pertanyaan yang sering muncul. Selama ini banyak pihak menggunakan klausul arbitrase sebagai dasar untuk menghindari penyelesaian lewat mekanisme kepailitan dan PKPU. Seolah-olah penyelesaian sengketa, termasuk masalah utang, harus melalui arbitrase. Ia berharap putusan yang menegaskan keraguan semacam itu bisa dijadikan yurisprudensi.

Kuasa hukum SMR, Otto Hasibuan, mengecam putusan majelis karena pertimbangannya salah. Mengaku sudah menerima salinan putusan, Otto menyebut putusan majelis “tidak mempertimbangkan hukum dengan baik”. Suatu pertimbangan yang tidak cukup atau kurang memadai, lazim disebut onvoldoende gemotiveerd, bisa dibatalkan majelis pada tahapan berikutnya. Karena itu, SMR akan menempuh upaya hukum luar biasa. “Kami akan mengajukan PK (peninjauan kembali—red),” tegas Otto.

Tags:

Berita Terkait