LTV Sebagai Upaya Menekan Spekulan Properti
Berita

LTV Sebagai Upaya Menekan Spekulan Properti

Aturan LTV di sektor perumahan harus dapat terintegrasi baik dengan kebijakan terkait perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

Oleh:
RED/ANT
Bacaan 2 Menit
LTV Sebagai Upaya Menekan Spekulan Properti
Hukumonline

Aturan baru Bank Indonesia mengenai "loan to value" (LTV) atau rasio pinjaman terhadap nilai rumah dalam kredit pemilikan rumah (KPR) dinilai sebagai salah satu upaya dalam menekan aksi spekulan sektor properti.

"Pengumuman aturan baru BI tentang LTV adalah langkah yang harus dilakukan untuk mengantisipasi dampak buruk dari 'bubble' (penggelembungan harga)," kata Kepala Riset Jones Lang LaSalle Indonesia, Anton Sitorus, dalam acara "Quarterly Media Briefing" di Jakarta, Rabu (17/7).

Sebagaimana diketahui, BI mengemukakan bahwa rencana aturan LTV akan berlaku mulai 1 September karena LTV KPR kedua maksimal 60 persen dan LTV KPR ketiga maksimal 50 persen. Aturan baru BI tersebut rencananya berlaku untuk rumah dengan luas bangunan lebih dari 70 meter persegi.

Menurut Anton, aturan baru tersebut juga menunjukkan bahwa Bank Indonesia (BI) selalu terus memonitor perkembangan kredit dari waktu ke waktu. Ia juga mengungkapkan, langkah serupa yang lebih tegas bahkan telah dilakukan di sejumlah negara lain seperti China yang mulai melakukan pembatasan pembelian. "Di China sudah mulai diberlakukan pembatasan pembelian untuk rumah kedua dan ketiga," katanya.

Cara lainnya guna mengantisipasi "bubble" properti, ujar dia, dapat pula dikatakan dengan penerapan pajak progresif yang lebih mahal baik untuk rumah kedua maupun rumah ketiga.

Selanjutnya, Anton Sitorus juga dapat dilakukan dengan memperbaiki dan memonitor regulasi finansial yang terdapat di peraturan perundangan nasional.

Sedangkan mengenai masalah lahan, lanjutnya, perlu sekali agar dikuasai secara proporsional oleh pemerintah seperti yang dilakukan di Singapura. Hal tersebut karena kenaikan harga tanah menjadi faktor penting bahkan modal utama dalam pembangunan atau pun aksi spekulasi properti.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan, aturan LTV di sektor perumahan harus dapat terintegrasi baik dengan kebijakan terkait perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

"Masalahnya kebijakan LTV yang baru tidak secara langsung terintegrasi dengan perumahan menengah bawah," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda.

Ia menegaskan, kebijakan terkait LTV di sektor properti rumah yang akan dikeluarkan Bank Indonesia dapat dikatakan terlambat karena aksi spekulan di sektor tersebut telah berjalan selama bertahun-tahun.

Redam aksi spekulan Ali berpendapat, meski terlambat, aturan BI tentang LTV KPR tersebut diperkirakan akan meredam aksi spekulasi properti, sehingga harga tidak naik terlalu tinggi lagi.

Aturan tersebut, lanjutnya, diyakini memang belum mampu sepenuhnya meredam kenaikan harga berbagai lahan yang rencananya akan dikembangkan untuk perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Untuk itu, ia menegaskan agar pemerintah juga harus melengkapinya dengan kebijakan lain yang terintegrasi dengan membentuk bank tanah sebagai salah satu upaya krusial mengontrol harga tanah untuk rumah MBR.

Sementara itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan pihaknya mewaspadai pertumbuhan kredit sektor properti sebab pertumbuhan KPR dan kredit pemilikan apartemen (KPA) hingga April 2013 terus mengalami peningkatan.

"Pemantauan kami terhadap perkembangan kredit properti, pertumbuhan KPR tipe di atas 70 meter persegi pada bulan April 2013 sudah mencapai 45,1 persen atau naik dibandingkan Maret 2013 sebesar 39,8 persen," kata Perry di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (11/7).

Perry mengatakan bahwa kebijakan kredit sektor properti juga akan menunggu kondisi perekonomian dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Sedangkan EVP Coordinator Consumer Finance PT Bank Mandiri Tbk Tardi menilai pengetatan aturan LTV yang akan dikeluarkan oleh Bank Indonesia September mendatang hanya akan memengaruhi pertumbuhan kredit perbankan sesaat saja.

"Ada pengaruh tapi sesaat. Nanti ada keseimbangan baru, sama seperti aturan DP (uang muka). Sebulan aja landai sedikit, nanti biasa lagi karena kebutuhan rumah banyak," ujar Tardi.

Menurut Tardi, kebijakan LTV tersebut memang dilakukan untuk menekan laju pertumbuhan kredit properti supaya tidak "bubble" serta untuk mengurangi aksi spekulasi sehingga berdampak positif bagi industri perbankan dan industri properti itu sendiri.

Pengembang lirik menengah? Namun, di balik berbagai pihak yang menyatakan dukungan kepada aturan LTV yang mengetatkan persyaratan kredit properti itu, terdapat juga kekhawatiran bahwa perusahaan properti seperti pengembang diperkirakan membidik pasar menengah setelah pemberlakuan aturan tersebut.

"Pengembang mulai membidik segmen menengah yang diperkirakan menjadi sasaran setelah pasar menengah atas dilanda kejenuhan," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda.

Menurut Ali, hal tersebut juga terlihat dari indikasi bahwa pada tahun 2013 mulai terlihat banyaknya proyek-proyek perumahan bahkan apartemen yang dipasarkan di segmen menengah.

Properti segmen menengah diperkirakan, ujar dia, menjadi primadona di sepanjang tahun 2013 bersamaan dengan melambatnya pertumbuhan pasar properti menengah atas.

"Dan hal ini diperkirakan akan terus berlanjut sampai awal 2014 dimana pasar akan memperlihatkan keseimbangan pasar properti yang baru," katanya.

Apalagi, ia mengingatkan bahwa pada tahun ini juga akan diberlakukan kebijakan LTV yang diperkirakan bisa meredam para spekulan di sektor properti.

Dengan adanya kebijakan LTV itu juga dinilai berpengaruh terhadap pergeseran motif pembelian dari spekulasi ke pasar investasi jangka panjang atau "end user".

"Namun demikian untuk pasar investor jangka panjang relatif akan tetap tumbuh untuk sektor properti dikarenakan saat ini properti nasional tidak pernah mengalami penurunan dan akan terus naik untuk jangka panjang," katanya.

Sementara itu, Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Setyo Maharso mengatakan, kebijakan LTV diperkirakan dapat menurunkan tingkat pembelian rumah karena menurunnya orang yang menggunakan KPR, tetapi pengembang masih memiliki sejumlah kiat pemasaran seperti dengan pembayaran tunai bertahap.

Sedangkan Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddi Ganefo juga mengatakan hal serupa terkait LTV.

Menurut Eddy, pembelian rumah diperkirakan melambat meski di sisi lain LTV juga dapat menahan harga agar tidak lebih melambung.

Kemenpera fokus pasokan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemepera) sendiri ke depannya tetap fokus pada kebijakan penyediaan pasokan rumah di Indonesia di tengah wacana aturan BI yang terbaru terkait LTV di sektor properti yang rencananya akan diberlakukan September mendatang.

"Kebutuhan rumah untuk keluarga di Indonesia tahun depan diperkirakan mencapai angka lebih dari 15 juta unit," kata Deputi Pengembangan Kawasan Kemenpera Agus Sumargianto dalam rilis yang dikeluarkan Humas Kemenpera.

Menurut dia, fokus Kemenpera tetap pada penyediaan pasokan rumah mengingat pula bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang cukup tinggi yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan rumah.

Hal tersebut, lanjutnya, akan memicu terjadinya peningkatan "backlog" (kekurangan penyediaan rumah) bagi masyarakat dari berbagai kalangan termasuk mereka yang berpenghasilan rendah.

Ia mengungkapkan bahwa jumlah "backlog" perumahan per tahun diperkirakan mencapai angka 800.000 unit rumah sehingga perlu adanya sinkronisasi kebijakan antarinstansi sehingga bermanfaat bagi masyarakat.

Aturan LTV memang dinilai banyak pihak efektif untuk menekan agar harga rumah tidak lebih melambung.

Namun, pemerintah diharapkan jangan melupakan MBR yang hingga kini masih banyak yang belum berpenghasilan yang cukup guna memiliki rumah sendiri.

Tags: