Maskapai Gugat Mantan Pilot Kepresidenan
Berita

Maskapai Gugat Mantan Pilot Kepresidenan

Mantan pilot menyebutkan PAS salah memilih forum penyelesaian sengketa.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
Maskapai Gugat Mantan Pilot Kepresidenan
Hukumonline

PT Pelita Air Service (PAS) menggugat mantan pilotnya, Eddy Siswanto ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sengketa ini bermula lantaran Eddy memutuskan berhenti bekerja sebelum kontrak selesai.

Kesepakatannya, Eddy akan bekerja hingga 31 Mei 2012. Namun, tanpa alasan yang jelas pada 15 Agustus 2011, Eddy mengundurkan diri. Pada mulanya, maskapai tidak keberatan dengan pengunduran diri mantan penerbang kepresidenan ini. PAS meminta Eddy membayar ganti rugi kepada maskapai sebanyak Rp195,5 juta. Tuntutan itu merujuk ke Pasal 62 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Permintaan ganti rugi disanggupi Eddy dibuktikan lewat penandatangananan surat pengunduran diri dan surat pernyataan kesediaan membayar ganti rugi. Namun, ketika PAS menagih janji tersebut, Eddy diduga ingkar. “Meskipun telah diingatkan berkali-kali, tetap tidak membuahkan hasil,” tulis kuasa hukum PAS Mochamad Alimuddin dalam berkas gugatannya.

Kuasa hukum Eddy, Raden Catur Wibowo menyatakan justru persoalan ini bermula dari PAS. Catur mengatakan PAS tidak mau membayar hak tergugatberupa kekurangan pembayaran uang pensiunsehubungan dengan kenaikan golongan penghargaan kepegawaiansatu tingkat lebih tinggi dari golongan sebelumnya. Hak ini mulai terhitung sejak bulan November 2009 sampai dengan bulan Juli 2013, yakni sebesar Rp180 juta. Perhitungan ini telah sesuai dengan Pasal 156 UU Ketenagakerjaan.

Eddy yang telah bekerja selama 34 tahun ini telah berupaya untuk meminta haknya dengan cara baik. Akan tetapi, maskapai yang dicarter untuk Sekretariat Negara ini terus mengabaikan kedatangan Eddy. Karena itulah, mantan pilot ini memutuskan mengundurkan diri.

Lantaran PAS tidak mau membayar kekurangan pembayaran uang pensiun itu, Eddy menggugat balik PAS. Dalam gugatan rekonpensinya, Eddy meminta ganti kerugian material senilai Rp224 juta. Eddy juga meminta ganti kerugian immaterial sejumlah Rp10 miliar karena PAS telah membuat malu keluarga besar Eddy dengan menuding Eddy secara sepihak melakukan wanprestasi. Tudingan ini bisa membuat citra buruk Eddy dan keluarga di mata masyarakat.

Tidak hanya mengajukan gugatan rekonpensi, Catur juga menangkis gugatan penggugat dengan mengajukan eksepsi kompetensi absolut. Catur menyebutkan PAS salah memilih arena untuk bertarung hukum. Menurutnya, arena yang tepat bukanlah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, melainkan Pengadilan Hubungan Industrial. Sebab, pokok yang disengketakan adalah mengenai pemutusan hubungan kerja dan perselisihan hak.

Keyakinan Catur menyatakan sengketa ini masuk ke ranah perselisihan hak merujuk ke Pasal 1 ayat (2) UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Pasal tersebut mengatur bahwa perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat perbedaan pelaksanaan atau penafsiran atas ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama merupakan kategori perselisihan hak.

“Menurut hemat tergugat,perselisihan yang terjadi adalah termasuk jenis perselisihan hubungan industrial sesuai dengan pengertian Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004,” tulis Catur dalam berkas jawabannya.

Sengketa ini akan dilanjutkan pada 14 Agustus 2013 mendatang dengan agenda replik. “Replik tanggal 14 Agustus,” ucap Catur ketika dihubungi hukumonline, Rabu (7/8).

Tags:

Berita Terkait