Ramai-Ramai Mengecam Putusan PK Sudjiono
Utama

Ramai-Ramai Mengecam Putusan PK Sudjiono

Mantan Ketua MA dan hakim agung menilai putusan itu cacat dan batal demi hukum.

Oleh:
ASH/ALI
Bacaan 2 Menit
Harifin Tumpa, mantan Ketua MA. Foto: SGP
Harifin Tumpa, mantan Ketua MA. Foto: SGP

Mantan Ketua MA Harifin Andi Tumpa menilai putusan peninjauan kembali (PK) Sudjiono Timan, cacat hukum. Salah satunya, majelis hakim tidak memperhatikan status terpidana yang menjadi buronan interpol saat mengajukan permohonan PK.

“Kalau seseorang buron, tidak boleh mengajukan PK. Sebab, dalam KUHAP yang bersangkutan harus hadir menandatangani surat pengajukan PK,” ujar Harifin saat dihubungi di Jakarta, Senin (26/8).

Selain itu, Harifin mengatakan terdapat pelanggaran lain yang juga dilakukan oleh majelis hakim PK. Pelanggaran itu terlihat dari komposisi susunan majelis hakim yang seharusnya diisi dua hakim agung dan tiga hakim ad hoc tipikor. Namun, faktanya majelis hakim PK Sudjiono diisi tiga hakim agung dan dua hakim ad hoc tipikor.

“UU Tipikor itu mengatur bahwa hakimnya itu harus tiga ad hoc dan dua hakim agung. Sedangkan dalam perkara ini, tiga hakim agung dan dua hakim ad hoc,” kata dia.

Harifin menuding majelis hakim agung tidak teliti dalam melihat prosedur pengajuan PK Sudjiono Timan melalui istrinya itu. “PK ini telah cacat sejak diajukan dan anehnya justru ditangani oleh majelis hakim PK,” kata Harifin.  

Batal demi hukum
Sementara itu, Hakim Agung Gayus Lumbuun menilai PK yang melepaskan Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) itu terkait dugaan korupsi dengan kerugian negara Rp369 miliar, batal demi hukum. “Sudjiono Timan bisa mengajukan kembali sesuai KUHAP,” kata Gayus melalui pesan singkat kepada hukumonline, Senin (26/8).  

Gayus menyarankan sebagai lembaga pengawas tertinggi penyelenggaraan peradilan, MA perlu membentuk tim eksaminasi terkait penerapan hukum acara pada putusan perkara PK Sudjiono Timan. Akan tetapi, bukan mengeksaminasi substansi perkaranya yang menjadi wilayah independensi majelis hakim agung. Hal itu dilakukan jika ternyata pada putusan PK itu terjadi kesalahan penerapan hukum acara seperti diatur Pasal 263 dan 268 KUHAP, termasuk penerapan SEMA No. 1 Tahun 2012.

Tags:

Berita Terkait