Pekerja Menolak Penetapan UMP Lewat Inpres
Utama

Pekerja Menolak Penetapan UMP Lewat Inpres

Bakal bertabrakan dengan UU Ketenagakerjaan.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Logo KSPI.
Logo KSPI.

Serikat pekerja menolak rencana pemerintah menetapkan upah minimum lewat instruksi presiden (inpres). Menurut Presiden KSPI, Said Iqbal, hal itu terlihat dari pernyataan beberapa menteri yang menyatakan akan membuat inpres tentang upah pekerja sebagai salah satu stimulus mengatasi menurunnya nilai rupiah.

Iqbal menjelaskan kecemasannya itu berangkat dari anasir bahwa ada menteri dan “pengusaha hitam” yang menyarankan Presiden SBY untuk menerbitkan Inpres tersebut. Mengacu pidato Presiden SBY beberapa waktu lalu di gedung DPR yang berkomitmen menghapus upah murah, maka diperlukan kebijakan yang selaras untuk mengimplementasikan hal tersebut. Oleh karenanya, alih-alih meniadakan upah murah, Inpres pengupahan yang direncanakan untuk diterbitkan dikhawatirkan berisi ketentuan yang makin melanggengkan praktik upah murah.

Bagi Iqbal, jika inpres pengupahan itu menelurkan ketentuan yang melemahkan upah kaum pekerja maka tingkat konsumsi domestik bakal turun. Ujungnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi berjalan lambat. Selain itu penetapan upah minimum lewat Inpres bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan dan Permenakertrans No.13 tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Sebab, dalam regulasi itu penetapan upah minimum diputuskan oleh Gubernur.

“Pekerja di Indonesia menolak dengan keras dikeluarkannya Inpres tersebut dan akan mempercepat digelarnya aksi massa di berbagai kota jika Inpres tersebut diterbitkan dan kebijakan upah murah dikedepankan hanya karena alasan pelemahan nilai rupiah,” kata Iqbal kepada hukumonline lewat pesan singkat Selasa, (27/8).

Sejalan dengan itu Iqbal mengatakan kaum pekerja akan menjawab Inpres tersebut dengan menggelar aksi besar-besaran pada 31 Agustus 2013 di Bekasi melibatkan 20 ribu pekerja. Dilanjutkan demonstrasi 5 ribu pekerja yang tergabung dalam Forum Buruh DKI pada 3 September 2013 dan daerah lainnya yang melibatkan puluhan ribu pekerja. Puncaknya, 4 juta pekerja mogok kerja nasional Oktober-September 2013. “Aksi ini tetap memperjuangkan kenaikan upah minimum 50 persen,” tegasnya.

Terpisah, anggota LKS Tripartit Nasional (Tripnas) dari Apindo, Hasanuddin Rachman, menginginkan agar diatur berapa besaran tertinggi upah yang ditetapkan. Misalnya, tidak melebihi tingkat inflasi. Menurutnya, jika penetapan upah minimum tidak berdasarkan pada tingkat inflasi maka cenderung menyulitkan pengusaha. “Jangan seperti sekarang, inflasi 12 persen upah minta dinaikkan 40 persen,” katanya kepada hukumonline lewat telepon, Selasa (27/8).

Selain itu Hasanuddin berharap agar Inpres yang bakal diterbitkan nanti menentukan penetapan upah minimum dua tahun sekali, bukan setahun sekali seperti sekarang. Kemudian penetapan upah diharapkan tidak lagi disetujui oleh setiap kepala daerah, tapi menteri. Menurutnya hal itu diperlukan guna meminimalisir gejolak penetapan upah minimum yang kerap terjadi setahun sekali. Tak ketinggalan ia mengatakan kemampuan pengusaha harus ikut diperhatikan dalam menentukan upah minimum. Walau begitu, Hasanuddin akan mendesak pemerintah agar rancangan Inpres itu dibahas terlebih dahulu di tingkat LKS Tripnas.

Tags: