MK Sidangkan Permohonan Terdakwa Korupsi Al Qur’an
Berita

MK Sidangkan Permohonan Terdakwa Korupsi Al Qur’an

Pasal yang diuji menimbulkan ketidakpastian hukum.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
MK Sidangkan Permohonan Terdakwa Korupsi Al Qur’an
Hukumonline

Majelis Panel MK menggelar sidang perdana pengujian Pasal 12 UU  No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang dimohonkan Zulkarnain Djabar. Zulkarnain merasa dirugikan hak konstitusional dengan berlakunya pasal itu lantaran menyeret dirinya sebagai terdakwa kasus korupsi pengadaan kitab Suci Al Qur’an di Kementerian Agama.

Pasal 12 UU Tipikor itu dinilai kontradiktif yang menjelma menjadi suatu norma tanpa batas sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan karena dimasukannya frasa “patut diduga” dalam pasal itu. Akibatnya, ancaman hukumannya menjadi lebih tinggi daripada Pasal 5 UU Tipikor yang ancaman hukumannya maksimal 5 tahun penjara, padahal kedua pasal itu sama-sama delik kesengajaan.      

“Pasal 12 UU Tipikor telah mencampuradukkan elemen ‘diketahui’ dan ‘patut diduga’ menjadi satu, sehingga menimbulkan ketidakpastian dan bertentangan dengan sifat universal pengaturan hukum pidana,” kata kuasa hukum pemohon, Andi M. Asrun dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang diketuai Hamdan Zoelva di Gedung MK, Selasa (27/8).  

Misalnya, Pasal 12 UU Tipikor disebutkan, “Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 : a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. b, c,....,i.”   

Asrun menjelaskan makna “diketahui” dan “patut diduga” berbeda, bahkan memiliki makna yang bertolak belakang. Sebab, “diketahui” diartikan sebagai dolus (kesengajaan) dan “patut diduga” sebagai culpa (kelalaian/kealpaan).

Contoh dari kesengajaan dan kelalaian ini bisa dilihat dari Pasal 338 KUHP (membunuh dengan sengaja dengan pidana 15 tahun penjara) dan Pasal 359 KUHP (membunuh karena kelalaian dengan pidana 5 tahun penjara).

“Seharusnya elemen ‘diketahui’ dan ‘patut diduga’ dalam Pasal 12 UU Tipikor dipisah. Jika dicampurkan akan mengakibatkan dia tidak tahu dihukum dalam perkara apa,” kata Asrun.       

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait