Kewajiban Pelaporan Pajak Tidak Maksimal
Berita

Kewajiban Pelaporan Pajak Tidak Maksimal

BPK menengarai Pasal 35A UU KUP belum dijalankan. Plus kesadaran Wajib Pajak kurang.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Kewajiban Pelaporan Pajak Tidak Maksimal
Hukumonline

Normatifnya, setiap kementerian, lembaga, dan asosiasi pemerintah wajib melaporkan data perpajakan pegawainya ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Kewajiban itu tegas dicantumkan dalam Pasal 35A UU No. 28 Tahun 2007 mengenai ketentuan umum perpajakan (UU KUP).

Pengaturan demikian tak lepas dari kontribusi pajak terhadap pendapatan negara. Bisa disebut, pajak menjadi sumber utama pemasukan anggaran negara. Sayang, dalam lima tahun terakhir (2008-2012) target penerimaan pajak dalam APBN selalu meleset. Realisasinya hanya berkisar 94,31 sampai 97,26 persen.

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hadi Purnomo, mengungkapkan salah satu penyebab tak tercapainya target pajak adalah tak dilaksanakannnya kewajiban pelaporan data pajak di instansi pemerintah. Pemeriksaan BPK menyebut Pasal 35A UU KUP belum diimplementasikan dengan baik.

Pasal 35A UU KUP menyebutkan setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada DJP yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2). Dalam hal data dan informas yang diserahkan tidak mencukupi, DJP berwenang menghimpun data dan informasi untuk kepentingan penerimaan negara.

Syarat yang disebut Pasal 35 ayat (2) adalah tentang kewajiban merahasiakan untuk keperluan pemeriksaan atau penagihan pajak. Kewajiban merahasiakan ditiadakan atas permintaan tertulis dari Menteri Keuangan.

Sinyalemen BPK dibenarkan Direktur P2 Humas DJP, Kismantoro Petrus. Dikatakan Petrus, DJP kesulitan untuk mendapatkan data Wajib Pajak (WP), baik itu dari Kementerian/Lembaga, asosiasi maupun WP lainnya. “DJP kesulitan mendapatkan data WP. Padahal, UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sudah mewajibkan pelaporan data pajak,” kata Petrus di Jakarta, Selasa (27/8).

Jika lembaga tidak melaporkan data pajak pegawai, sebenarnya data dan informasi bisa langsung disampaikan WP. Sayang, Petrus melanjutkan, kesadaran WP minim.  Kewajiban pelaporan pajak yang tidak berjalan antara lain disebabkan kurangnya kesadaran WP untuk memberikan data penghasilan kepada DJP. Walhasil, DJP kesulitan mengendus keberadaan WP yang seharusnya menunaikan kewajiban membayar pajak kepada Negara. Dan berimbas kepada kehilangan potensi penerimaan pajak.

Petrus juga menegaskan WP yang membayar pajak bukanlah korban dari peraturan yang sudah ditetapkan pemerintah. Setiap orang, lanjutnya, dapat menikmati hasil pajak yang sudah dibayarkan seperti infrastruktur dan lain sebagainya. “Data statistik, jumlah masyarakat yang punya PTKP sangat jauh dari yang bayar pajak,” ungkapnya.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Kebijakan Moneter, Fiskal dan Publik Haryadi B. Sukamdani menilai persoalan perpajak di Indonesia mengalamai dua masalah. “Dua masalah perpajakan di dalam negeri ini adalah sistem hukum perpajakan dan kondisi hukum di Indonesia,” kata Haryadi.

Haryadi melanjutkan, pengusaha yang ada di Indonesia membutuhkan kepastian hukum. Ia mendukung adanya revisi UU KUP. Selain itu, DJP diharapkan dapat mengurangi sengketa antara WP dan DJP. Bahka jika terjadi sengketa, DJP terkesan takut dipersalahkan.

Tags:

Berita Terkait