Pekerja Mendesak RUU PRT Segera Disahkan
Berita

Pekerja Mendesak RUU PRT Segera Disahkan

Dalam rangka memberi perlindungan terhadap pekerja rumah tangga (PRT).

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Pekerja Mendesak RUU PRT Segera Disahkan
Hukumonline

Koalisiserikat pekerja dan LSMmendesak pemerintah dan DPR segera membahas serta mengesahkan RUU PRT. Koalisi yang tergabung dalam Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran (KAPPRT-BM) itu menilai PRT butuhkan payung hukum guna melindungi hak-hak mereka sebagai pekerja.

Menurut anggota Koalisi dari JALA PRT, Lita Anggraeni, sudah sepuluh tahun koalisi melakukan advokasi agar UU PRT segera dibahas dan disahkan. Lita mencatat RUU PRT sudah masuk prioritas program legislasi nasional (prolegnas) sejak tahun 2010. Tapi, proses pembahasannya mengalami hambatan.

Lita melihat tahun ini RUU PRT berada di tangan badan legislatif (Baleg) DPR dan pembahasannya mestinya dilanjutkan pada pertengahan tahun ini. Sayangnya, hal itu tak terjadi. “Sampai sekarang, tidak ada pembahasan kembali atau sinkronisasi yang dilakukan Baleg. Ini mengindikasikan RUU PRT dianggap DPR tidak penting, DPR mempermainkan nasib PRT,” katanya dalam jumpa pers di kantor MPBI di Jakarta, Selasa (3/9).

Lita pun menyesalkan sikap Presiden SBY dan Menakertrans Muhaimin Iskandar, yang tidak terlihat aktif untuk mendorong agar RUU PRT segera disahkanguna mengurangi berbagai kasus yang menimpa PRT. Selaras dengan itu pemerintah dan DPR juga didesak untuk segera meratifikasi Konvensi ILO No.189 tentang Kerja Layak PRT. “Kami akan terus lakukan aksi untuk mendorong pemerintah dan DPR mengesahkan RUU PRT dan Konvensi ILO No.189,” tukasnya.

Dalamaksi kali ini, Lita mengatakan koalisi dan jaringannya di daerah akan mengirimkan paket serbet ke Presiden SBY, DPR dan Menakertrans. Lita mengaku desakan harus terus dilakukan koalisi karena posisi PRT sangat rawan. Misalnya, kerap tertimpa berbagai kasus mulai dari kekerasan fisik, psikis sampai ekonomi.

Ironisnya, ketika PRT mengadukan kasus yang dialami, prosesnya sering mandeg di kepolisian. Maraknya kasus itu menurut Lita karena PRT bekerja di lokasi yang cenderung tertutup yaitu rumah majikan. Sehingga, tidak semua orang mengetahui bagaimana kondisi kerja dan perlakuan majikan terhadap PRT. Terlebih lagi jika menyangkut PRT anak karena di Indonesia jumlahnya cukup banyak, diperkirakan 30 persen dari seluruh jumlah PRT.

Minimnya kepedulian pemerintah terhadap PRT menurut Lita dapat terlihat dari ketiadaan data resmi berapa jumlah PRT. Namun, dari penelitian yang ada, ia mengatakan dari 16 juta rumah tangga sejahtera, dua per tiganya mempekerjakan PRT. Begitu pula dengan DPR, Lita melihat ada konflik kepentingan posisi pemerintah dan DPR sebagai pengambil kebijakan dengan posisi mereka sebagai majikan. Padahal, ketika posisinya sebagai pengambil kebijakan, Lita berpendapat pemerintah dan DPR harus memisahkan kepentingannya selaku majikan di rumah. “Harus dipisahkan mana kepentingan negara dan pribadi,” tegasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait