Iuran BPJS Kesehatan Diusulkan Bertahap
Berita

Iuran BPJS Kesehatan Diusulkan Bertahap

Pada pelaksanaan awal, BPJS Kesehatan diperkirakan meraih surplus sampai ratusan milyar.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Iuran BPJS Kesehatan Diusulkan Bertahap
Hukumonline

Sekjen OPSI sekaligus anggota presidium KAJS, Timboel Siregar mengusulkan agar penerapan iuran BPJS Kesehatan dilakukan secara bertahap. Pasalnya, dari hasil diskusi tentang iuran Jaminan Kesehatan (Jamkes) di Kemenkes beberapa waktu lalu, diperkirakan pada pelaksanaan BPJS Kesehatan nanti terdapat surplus yang jumlahnya mencapai ratusan milyar rupiah. Surplus itu menurut Timboel dipengaruhi oleh besaran iuran, utilitas orang sakit dan ongkos yang dikeluarkan BPJS Kesehatan kepada RS pemberi layanan kesehatan.

Dari simulasi iuran untuk pekerja sektor formal yang dipaparkan pakar Jamkes dan Jamsos pada diskusi itu, Timboel mencatat jika iuran dipatok 5 persen, akan ada surplus sebesar Rp943 milyar. Sedangkan untuk iuran 4,7 persen, surplus yang bakal didapat sekitar Rp600 miliar. Perhitungan itu mengasumsikan utilitas orang sakit rawat jalan sebesar 9,7 dari seribu orang dan rawat inap 2,4 dari seribu orang.

Mengingat ada surplus, Timboel berpendapat iuran BPJS Kesehatan tidak harus sebesar 5 persen sebagaimana usulan pemerintah. Namun, iuran itu dapat dilakukan secara bertahap dan dimulai pada masa awal BPJS Kesehatan berjalan. “Karena surplus, bagaimana kalau iuran tidak 5 persen, tapi secara bertahap, misalnya 4 persen, toh masih ada surplus kok,” katanya kepada hukumonline di Jakarta, Jumat (13/9).

Menurut Timboel, pentahapan itu sesuai dengan amanat UU SJSN dan BPJS. Sebab, pada tahap awal BPJS Kesehatan berjalan, 1 Januari 2012 – 1 Juli 2015, UU Jamsostek dan peraturan turunannya masih berlaku. Dalam UU Jamsostek, pemberi kerja diperintah untuk membayar secara penuh iuran program jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) bagi para pekerjanya.

Selaras dengan itu PP Penyelenggaraan Program Jamsostek mewajibkan pemberi kerja membayar iuran 3 persen untuk pekerja lajang dan 6 persen pekerja yang sudah menikah. Timboel mengingatkan, ketentuan itu telah berjalan cukup baik selama ini. “Pastinya pemberi kerja telah mengalokasikan anggaran rata-rata minimal 4,5 persen untuk iuran Jamkes bagi pekerjanya setiap tahun,” tandasnya.

Atas dasar itu, Timboel mengusulkan agar iuran sebesar 4,5 persen untuk pekerja sektor formal dipertahankan sampai 1 Juli 2015. Setelah itu, barulah pekerja sektor formal mengiur 0,5 persen kepada BPJS Kesehatan. Dengan komposisi pentahapan iuran itu Timboel mengatakan pemerintah seharusnya menjalankannya dan pemberi kerja mematuhinya.  Apalagi, sampai sekarang tidak ada penambahan alokasi iuran dari pemberi kerja. Begitu pula dengan batas atas upah yang dipatok 2 kali PTKP. “Bahwa batas atas upah di PP Penyelenggaraan Program Jamsostek adalah 2 kali PTKP, sama seperti yang akan diatur dalam Perpres iuran BPJS Kesehatan,” tukasnya.

Sayangnya, langkah yang bakal ditempuh pemerintah dalam mengatur iuran BPJS Kesehatan dirasa berbeda dengan usulan tersebut. Pasalnya, Timboel melihat pemerintah bersikukuh mematok iuran sebesar 5 persen dengan komposisi 1 persen diiur pekerja dan sisanya pemberi kerja. Ia khawatir setahun setelah BPJS Kesehatan beroperasi, komposisi iuran itu diubah menjadi 2 persen diiur pekerja dan sisanya pemberi kerja.

Tags:

Berita Terkait