Kontrak Kerjasama Migas Diusulkan Jadi Dokumen Publik
Utama

Kontrak Kerjasama Migas Diusulkan Jadi Dokumen Publik

Kejelasan mengenai lifting modal pemerintah daerah untuk meminta cost recovery.

Oleh:
KARTINI LARAS MAKMUR
Bacaan 2 Menit
Foto: http://leftfootforward.org
Foto: http://leftfootforward.org

Pemerintah Daerah (Pemda) selama ini menilai pemerintah pusat belum transparan mengenai jumlah lifting. Pendapat tersebut disampaikan oleh Anggota Komite IV DPD Hasbi Anshory yang berasal dari Jambi dalam seri Diskusi Keuangan Negara yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Keuangan Negara, di Jakarta, Kamis (12/9).

“Setiap saya ke daerah, pemerintah setempat tak pernah tahu berapa lifting di daerahnya. Padahal pipa-pipa lifting banyak yang melewati pemukiman penduduk di daerah. Kalau meledak, tentu yang pertama menanggung akibatnya masyarakat di daerah,” tutur Hasbi.

Hasbi mengatakan pemerintah pusat harus transparan mengenai jumlah lifting agar pemda bisa mengetahui besaran dana bagi hasil yang sebenarnya bisa diterima. Selama ini berdasarkan pengamatannya, pembagian dana bagi hasil hanya dilakukan dengan mengumpulkan para pejabat dispenda tanpa dijelaskan sumbernya dari sumur mana. Padahal, kejelasan mengenai lifting adalah modal bagi pemerintah daerah untuk bisa meminta cost recovery.

“Kami minta transparansi lifting minyak. Kami hanya minta transparansi dan akuntabilitas lifting migas, tidak lebih,” tandas Hasbi.

DPD telah berupaya menyampaikan permintaan itu kepada BP Migas, tetapi jawabannya tak memuaskan. Kementerian ESDM pun telah diundang untuk ditanyakan. Namun sampai saat ini kementerian tersebut belum memenuhi undangan tersebut. 

“Kalau memang benar, mengapa tidak dijelaskan secara transparan? Kan tinggal dipaparkan saja, ada sumur sejumlah sekian, dan masing-masing sumur mengandung air sekian persen. Kalau bersih, mengapa harus risih?” tanya Hasbi.

Anggota Tim Advokasi Koalisi Masyarakat untuk Transparansi dan Akuntabilitas Tata Kelola Sumberdaya Ekstraktif, Publish What You Pay (PWYP), Aryanto Nugroho, mengakui selama ini masih ada masalah transparansi dalam industri migas. Ia merinci, masalah transparansi yang terjadi antara lain mengenai tindak lanjut laporan Extractive Industry Tranparency Initiative (EITI) Indonesia.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait