Andalkan Komponen Impor, Mobil Murah Tak Tepat
Berita

Andalkan Komponen Impor, Mobil Murah Tak Tepat

Seluruh komponen perakitan mobil murah merupakan produk impor.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Andalkan Komponen Impor, Mobil Murah Tak Tepat
Hukumonline

Kebijakan pemberian insentif kepada mobil murah ramah lingkungan atau low cost green car (LCGC) oleh pemerintah dinilai masih belum jelas. Sebab, hingga kini belum ada kajian tentang dampak penggunaan mobil itu kelak, terutama terhadap perekonomian nasional.

Pandangan itu disampaikan anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta di Jakarta, Rabu (25/9). “Skenarionya tidak jelas, bagaimana dampaknya terhadap ekonomi Indonesia,” kata Arif.

Arif mengatakan, sebelum pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 Tahun 2013 tentang PPnBM Kendaraan Bermotor dan LCGC, Komisi XI sudah mempertanyakan bagaimana skenario penerapan dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia. Hingga masalah ini menjadi topik hangat di media, pemerintah juga tak kunjung memberikan penjelasan skenario kebijakan LCGC.

Skenario yang dimaksud Arif adalah skenario neraca yang seimbang antara penerimaan yang akan diperoleh atas pembebasan PPnBM mobil murah. Pemerintah berdalih, kebijakan LCGC akan membuka lapangan kerja yang lebih besar dengan munculnya industri otomotif di dalam negeri. Pertanyaan selanjutnya, apakah pajak yang hilang dari LCGC dapat ditutupi dengan pajak pribadi dan pajak badan dengan muculnya industri serta lapangan kerja baru.

“Dari pembebasan PPnBM ini, misalnya, terjual mobil terjangkau dan hemat energi sebanyak 30 ribu unit. Berarti total pajak yang hilang adalah 30 ribu unit mobil terjangkau kali besaran PPnBM. Nah, kira-kira ketutup tidka dengan lapangan pekerjaan yang terbuka dan industri yang muncul? Coba hitung berapa yang kerja dan berapa PPh yang masuk dari pekerja dan industri?,” jelas Arif.

Belum lagi, lanjutnya, seluruh komponen pembuatan mobil murah tersebut merupakan produk yang harus diimpor. Industri dalam negeri hanya berfungsi sebagai assembling. Padahal, impor akan mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia. Arif mempertanyakan apakah pemerintah pernah berhitung secara komprehensif terkait efek yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut.

Selain itu, lanjut Arif, regulasi LCGC ini juga harus diikuti dengan perbaikan infrastruktur yang harus seimbang dan dinikmati oleh rakyat. Terutama bagi rakyat yang tidak memiliki kemampuan untuk membeli mobil murah. “Uang yang didapat dari kebijakan ini harus dialokasikan untuk perbaikan transportasi massal atau transportasi umum. Tapi saya tidak tahu apakah pemerintah sudah memperhitungkan ini semua,” ungkapnya.

Menteri Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 76/PMK.011/2012 tentang Perubahan atas PMK No 176/PMK.011/2009 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Mesin serta Barang dan Bahan untuk Pembangunan atau Pengembangan Industri Dalam Rangka Penanaman Modal. Regulasi ini dimaksudkan untuk merealisasikan rencana pengembangan mobil murah alias LCGC. Satu tahun setelah regulasi tersebut terbit, pemerintah kembali menerbitkan PP No. 41 Tahun 2013 tentang PPnBM Kendaraan Bermotor dan LCGC.

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), Berly Martawardaya menilai kebijakan LCGC tidak tepat waktu. Sebab, perakitan mobil murah masih mengandalkan komponen yang diperoleh dari impor. Hal ini akan berpengaruh secara langsung terhadap neraca perdagangan Indonesia ditengah perekonomian yang menurun. “Saya kira kebijakan ini tidak tepat waktu,” pungkasnya.

Tags: