TKI di Malaysia Diberi Kesempatan Perbaiki Dokumen
Berita

TKI di Malaysia Diberi Kesempatan Perbaiki Dokumen

Diperkirakan ada 147.064 pekerja migran yang tidak berdokumen lengkap.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
TKI di Malaysia Diberi Kesempatan Perbaiki Dokumen
Hukumonline

Pertemuan bilateral antara pemerintah Indonesia dan Malaysia yang membahas persoalan perlindungan dan penempatan pekerja migran Indonesia di Malaysia berbuah beberapa kesepakatan. Menurut Menakertrans Muhaimin Iskandar, kesepakatan yang dihasilkan diantaranya soal penyempurnaan dokumen bagi pekerja migran yang tak berdokumen lengkap dan tidak prosedural dalam program 6P. Kemudian, penghentian penerbitan Journey performace (JP) atau visa pelancong oleh pemerintah Malaysia dan penetapan struktur biaya penempatan (cost structure).

Dalam pertemuan yang berlangsung di Putrajaya, Malaysia,pemerintah Indonesia diwakili Menakertrans Muhaimin Iskandar. Sedangkan pemerintah Malaysia olehMenteri Dalam Negeri Malaysia, Dato Seri Ahmad Zahid bin Hamidi. "Pertemuan ini merupakan upaya kedua pemerintahan untuk bersama-sama mencari solusi memperbaiki sistem penempatan dan perlindungan TKI,” kata Muhaimin dalam keterangan pers yang diterima hukumonline, Kamis (26/9).

Lebih lanjut Muhaimin mengatakan kedua negara sepakat memberikan kesempatan kepada pekerja migran dan majikannya untuk menyempurnakan dokumen kerja. Sehingga status ketenagakerjaan pekerja migran yang bersangkutan dapat diperbaiki menjadi berdokumen lengkap dan prosedural. "Sebagai solusi dari kebijakan 6P yang telah dijalankan, kedua negara sepakat memberikan kesempatan waktu bagi majikan dan TKI untuk melengkapi dokumen kerja sehingga menjadi TKI yang legal," ujarnya.

Muhaimin mencatat saat ini WNI dan pekerja migran tak berdokumen lengkap yang sudah mendaftarkan diri ke perwakilan RI di Malaysia sebanyak 348.301 orang. Dari jumlah itu, 201.237 orang diantaranya sudah diberikan pemutihan oleh pemerintah Malaysia. Sedangkan sisanya, 147.064 orang belum mendapatkan pemutihan karena harus melengkapi dokumen kerjanya. Untuk memperbaiki status ketangakerjaan ratusan ribu pekerja migran itu Muhaimin mengimbau para pengguna jasa atau majikan pro aktif dan cepat mengulurkan bantuan. Sehingga, pekerja migran yang bersangkitan dapat segera melengkapi dokumen kerja yang dibutuhkan.

Terkait biaya penempatan, Muhaimin melanjutkan, kedua negara menyepakati menurunkan dari kesepakatan awal sebesar 8 ribu ringgit menjadi 7.800 ringgit. Dengan rincian 6.000 ringgit ditanggung majikan dan 1.800 ringgit sisanya pekerja migran. Tak ketinggalan dalam pertemuan itu Muhaimin mendesak pemerintah Malaysia untuk meningkatkan perlindungan bagi pekerja migran Indonesia.

”Biaya itu meliputi 200 jam pelatihan, paspor dan dokumen perjalanan, makanan dan akomodasi untuk TKI sebelum bekerja di pengguna jasa, transportasi, cek kesehatan, dan pembayaran untuk agen tenaga kerja di kedua negara,” tandas Muhaimin.

Terpisah, direktur eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, mengatakan dalam rangka menggelar kebijakan pemutihan dokumen, kedua negara harus memperhatikan bagaimana nasib pekerja migran Indonesia yang tertangkap dalam razia yang dilakukan aparat Malaysia. Dalam razia yang belum lama ini digelar, Anis mencatat terddapat ribuan pekerja migran Indonesia yang tertangkap karena tidak berdokumen lengkap. “Bagaimana dengan pekerja migran yang sudah tertangkap, apakah mendapat pemutihan atau tidak,” ujarnya kepada hukumonline lewat telepon, Jumat (27/9).

Selain soal dokumen, Anis mengingatkan kedua negara untuk mengatasi persoalan seputar pekerjaan para pekerja migran yang tertangkap dalam razia. Sebab pekerja migran yang tertangkap kehilangan pekerjaannya. Terkait kemudahan dokumen yang dibutuhkan pekerja migran untuk mendapat masa pemutihan itu, Anis menilai hal tersebut tergantung pada diplomasi yang dilakukan pemerintah Indonesia. Sebab, lewat diplomasi itu Indonesia dapat menekan pemerintah Malaysia untuk menerbitkan peraturan yang mempermudah pekerja migran mendapat dokumen yang dibutuhkan.

Mengenai biaya penempatan, yang terpenting bagi Anis harus dicari cara bagaimana agar biayanya murah. Sehingga tidak membebani pekerja migran dan majikannya. Jika beban yang ditanggung majikan terlalu mahal, Anis khawatir akan terjadi perlakuan semena-mena dari majikan terhadap pekerja migan. “Kalau digratiskan memang sulit, tapi yang penting kedua belah pihak tidak terbebani,” pungkasnya.

Tags: