Penerapan Justice Collaborator Harus Diperketat
Berita

Penerapan Justice Collaborator Harus Diperketat

Biasanya, status justice collaborator diberikan pada tahap sebelum penyidikan.

Oleh:
ALI
Bacaan 2 Menit
Penerapan <i>Justice Collaborator</i> Harus Diperketat
Hukumonline

Istilah ‘Justice Collaborator’ dalam hukum pidana Indonesia masih terbilang baru. Para ahli dan praktisi hukum di Indonesia masih memperdebatkan istilah yang berasal dari Amerika Serikat ini. Salah satu topik perdebatannya adalah kapan seseorang dapat ditetapkan sebagai justice collaborator?

Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana mengatakan seseorang bisa ditetapkan sebagai justice collaborator bukan hanya ketika sedang dalam tahap penyidikan, melainkan ketika sudah berstatus terpidana. Kementerian Hukum dan HAM selaku pengelola Lapas bisa mengambil peran dengan memberi pengurangan masa tahanan (remisi) kepada terpidana yang menjadi justice collaborator.

“Bila ada terpidana yang menjadi justice collaborator, kami bisa berikan remisi,” ujarnya dalam diskusi di Gedung MA, Jakarta, Selasa (24/9).

Ide pemberian keistimewaan justice collaborator kepada terpidana ini menuai kritikan dari hakim agung dan biro hukum KPK karena selama ini status justice collaborator diberikan pada tahap penyidikan, bukan setelah putusan.

Hakim Agung Surya Jaya menilai pernyataan Denny itu menyimpang dari kesepakatan bersama antar penegak hukum yang telah dituangkan dalam surat keputusan bersama beberapa waktu lalu. Menurutnya, penyematan status justice collaborator kepada tersangka itu bukan sembarangan. “Syaratnya ketat,” ujarnya.

Sebagai informasi, justice collaborator secara bebas diterjemahkan sebagai seorang yang diduga melakukan tindak pidana, lalu mau bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kejahatan yang dilakukan tersebut untuk mencari pelaku utama. Kompensasinya, orang tersebut bisa dikurangi tuntutan atau hukumannya. 

Surya berpendapat status justice collaborator itu seharusnya diberikan sebelum penyidikan dimulai. Yakni, ketika seseorang sudah mengaku telah melakukan tindak pidana, tetapi dia bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar aktor intelektual kejahatan tersebut. “Ada ukuran yang tegas. Itu ada dalam peraturan bersama lima lembaga penegak hukum,” tuturnya.

Tags:

Berita Terkait