Pedoman Pelaksana Outsourcing Belum Berikan Solusi
Berita

Pedoman Pelaksana Outsourcing Belum Berikan Solusi

Pekerja dan pengusaha mengaku masih melihat celah yang rawan disalahgunakan.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Pedoman Pelaksana <i>Outsourcing</i> Belum Berikan Solusi
Hukumonline

Pedoman pelaksanaan outsourcing yang dijelaskan lewat Surat Edaran Menakertrans No.04/MEN/VIII/2013 dinilai masih menyisakan celah dan belum menyelesaikan kisruh praktik outsourcing. Pekerja khawatir pengusaha menyalahgunakan celah tersebut. Sebaliknya, pengusaha menilai pedoman tersebut belum menjawab kegelisahan kalangan pengusaha.

Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregarmisalnya yang menilaisurat edaran itu masih membuka peluang untuk disalahgunakan pengusaha. Kemungkinan penyalahgunaan itu menurut Timboel cukup besar karena outsourcing jenis penyedia jasa pekerja sudah dibatasi menjadi limajenis pekerjaan.

Dengan adanya pembatasan itu, Timboel memperkirakan para pengusaha akan mencari cara untuk melakukan outsourcing di luar limajenis pekerjaan yang dibatasi lewat mekanisme pemborongan. Pada syarat pemborongan, surat edaran itu menurut Timboel membolehkan pekerjaan pemborongan dilakukan di satu tempat yang sama yaitu di wilayah perusahaan pemberi pekerjaan.

Kemudian, dibolehkannya perintah langsung atau tidak langsung dari perusahaan pemberi pekerjaan kepada pekerja perusahaan pemborongan bagi Timboel merupakan celah selanjutnya yang nanti dimanfaatkan pengusaha. Sehingga outsourcing dengan mekanisme pemborongan pekerjaan itu dilakukan untuk jenis pekerjaan selain yang dibatasi Permenakertrans Outsourcing.

Timboel menjelaskan ketika perusahaan pemberi pekerjaan mengajukan izin untuk melakukan outsourcing pemborongan pekerjaan kepada Disnakertrans, maka pengawas ketenagakerjaan wajib melakukan pemeriksaan di lapangan terlebih dahulu. Terutama terhadap proses produksi di perusahaan pemberi pekerjaan dan melakukan pengujian. Dengan begitu Disnakertrans dapat aktif memeriksa perusahaan yang bersangkutan sebelum menerbitkan izin.

Tindakan serupa menurut Timboel harus dilakukan petugas pengawas terhadap perusahaan yang menerima pemborongan pekerjaan. Sehingga, formulir 2 sebagaimana terlampir dalam surat edaran itu diterbitkan setelah pengawas ketenagakerjaan melakukan pemeriksaan di lapangan. “Sayangnya surat edaran itu tidak mengatur secara eksplisit perihal pemeriksaan ke lapangan,” katanya kepada hukumonline di Jakarta, Jumat (27/9).

Terkait formulir 1 sebagaimana terlampir dalam surat edaran, khususnya tentang pelaporan jenis pekerjaan penunjang dalam pemborongan pekerjaan, Timboel berpendapat harusnya mewajibkan untuk memuat informasi lain yang penting. Seperti berapa jumlah pekerja pemborongan baik yang bekerja di dalam atau luar perusahaan. Kemudian, memuat juga jenis pekerjaan apa yang akan dilakukan oleh pekerja berstatus kontrak. Menurutnya, pengawas ketenagakerjaan perlu memperhatikan hal tersebut karena tidak jarang pekerja kontrak di luar perusahaan penerima pemborongan mengerjakan pekerjaan yang sudah diborongkan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: