Serikat Pekerja Siapkan Mogok Kerja Nasional 2013
Berita

Serikat Pekerja Siapkan Mogok Kerja Nasional 2013

Untuk memperjuangkan kenaikan upah minimum 2014.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Serikat Pekerja Siapkan Mogok Kerja Nasional 2013
Hukumonline

Ratusan serikat pekerja yang tergabung di berbagai konfederasi menggelar konsolidasi guna mempersiapkan rencana mogok kerja nasional dalam rangka memperjuangkan kenaikan upah minimum 2014.

Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, konsolidasi itu bukan saja dihadiri oleh perwakilan serikat pekerja dan aliansi dari 20 provinsi serta 100 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Tapi juga perwakilan dewan pengupahan daerah unsur pekerja. Mogok kerja nasional rencananya digelar akhir Oktober dan akan berlangsung tiga hari.

Dari informasi yang diperolehnya, Iqbal menuturkanpemerintah akan menetapkan upah minimum 2014 secara serentak pada 1 November 2013. Mengingat pemerintah, terutama Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan Menteri Perindustrian MSHidayat, ingin menentukan UMP lewat Inpres tentang Pengupahan, maka serikat pekerja sepakat untuk meresponnya dengan mogok kerja nasional. Menurut Iqbal, UU Ketenagakerjaan serta peraturanperundang-undangan tentang pengupahan sudah mengatur bagaimana upah minimum ditentukan.

Misalnya, Iqbal melanjutkan, menggunakan metode survei KHL kemudian dibahas di tingkat dewan pengupahan daerah dan hasilnya diberikan kepada Gubernur untuk menetapkan upah. Oleh karenanya, Iqbal memandang rencana kedua Menteri itu mendorong Presiden SBY untuk menerbitkan Inpres tergolong melanggar aturan tersebut. Selain tidak sepakat dengan Inpres itu, Iqbal mengatakan serikat pekerja menuntut kenaikan upah secara nasional untuk tahun depan 50 persen. Menurutnya, tuntutan itu bukan tanpa alasan, sebab dengan kenaikan upah, serikat pekerja mendorong perbaikan kesejahteraan masyarakat Indonesia, khususnya kaum pekerja.

Apalagi, di tengah pertumbuhan Indonesia yang cukup baik, Iqbal mencatat indeks ketimpangan distribusi pendapatan dalam beberapa tahun terakhir semakin tinggi. Artinya, kesenjangan ekonomi di Indonesia semakin lebar. Menurutnya hal tersebut bukan isapan jempol semata sebab ketimpangan itu terjadi secara nyata di berbagai perusahaan di Indonesia. Misalnya, sebuah perusahaan atau BUMN yang memproduksi obat, rata-rata upah di tingkat manajemen mencapai 200 jutaan sebulan. Namun, pekerjanya rata-rata hanya diupah Rp2,8 juta, itupun ada yang statusnya kontrak atau outsourcing.

Jika dibandingkan dengan negara di Asia Tenggara yang usia kemerdekaannya jauh lebih muda ketimbang Indonesia, Iqbal mengatakan selisih upah minimumnya sangat tipis. Misalnya, Kamboja dan Vietnam. Padahal, infrastruktur untuk menunjang kegiatan investasi dan bisnis lebih baik di Indonesia ketimbang kedua negara itu. Oleh karenanya, Iqbal menilai wajar jika upah minimum di Indonesia harus lebih tinggi. Apalagi, pertumbuhan ekonomi di Indonesia termasuk tertinggi di dunia sekalipun ada koreksi dari Menteri Keuangan menjadi 5,9-6 persen. Bahkan mengacu data World Economic Forum, Iqbal mencatat Indonesia lebih menarik bagi investor ketimbang Malaysia.

Mengacu kondisi itu Iqbal berpendapat kenaikan upah minimum tidak bisa dijadikan alasan sebagai hambatan investor masuk ke Indonesia. Begitu pula dengan menurunnya nilai rupiah terhadap dollar AS, menurut Iqbal tidak logis jika upah minimum harus ditekan guna mendongkrak kurs rupiah. Bagi Iqbal, lemahnya nilai rupiah terhadap dollar AS diakibatkan oleh dua hal. Pertama, perusahaan dan BUMN yang ada di Indonesia jatuh tempo membayar hutang, sehingga dibutuhkan banyak nominal dalam bentuk dollar AS.

Tags:

Berita Terkait