KPK Harus Ketat Awasi BPN
Berita

KPK Harus Ketat Awasi BPN

Oknum BPN dan notaris dinilai berperan dalam penyelundupan hukum kepemilikan hak atas tanah.

Oleh:
CR15
Bacaan 2 Menit
KPK Harus Ketat Awasi BPN
Hukumonline

Hukum pertanahan di Indonesia melarang warga negara asing dan badan hukum komersial memegang hak milik atas tanah. Namun, kenyataannya banyak sekali WNA dan perusahaan-perusahaan yang mepunyai hak milik. Tentu saja, cara perolehannya melawan hukum dengan melakukan penyelundupan hukum.

Demikian kesimpulan dari penelitian yang dilakukan pengacara Anita Kolopaking di berbagai daerah di Indonesia. Anita menuangkan hasil analisisnya itu dalam buku Penyelundupan Hukum Kepemilikan Hak Milik Atas Tanah di Indonesiayang ia luncurkan saat ulang tahunnya ke-50, Sabtu (28/9).

"Kalau perlu KPK dan penegak hukum ketat mengawasi BPN dan oknum notaris yang mengakali kepemilikan tanah dan perizininan penanaman modal dan hak pemilikan tanah oleh asing. Jumlahnya sangat banyak dan memprihatinkan," kata Anita saat peluncuran bukunya.

Menurut Anita, penguasaan tanah oleh WNA tak lepas dari permainan kotor yang dilakukan oleh oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan notaris. Ia melihat, biasanya kalangan notaris dinilai kerap berperan dalam memuluskan penyelundupan hukum dalam bidang kepemilikan hak atas tanah. Selain itu, oknum BPN juga banyak yang berperan untuk mengakali permainan hukum.

Ia mencontohkan, kliennya pernah menyimpan sertifikat tanah bertahun-tahun. Akan tetapi, saat ingin menjual tanah tersebut ternyata tanah itu sudah ada penjaganya dan diketahui sudah dimiliki oleh pengusaha asing. Setelah diselidiki ternyata ada oknum di Badan Pertahanan Nasional (BPN) melalui notaris sudah mengubah nama tanah itu.

Anita menjelaskan, modus yang biasa digunakan dalam penyelundupan hukum WNA untuk mendapat hak milik atas atanah adalah dengan kawin kontrak. Selain perkawinan itu hanya dilakukan sementara, biasanya juga diikat dengan perjanjian melalui Notaris untuk memberikan kuasa jual tanah kepada WNA.

“Kawin kongtrak sebetulnya tidak ada dasar hukumnya. Tetapi terjadi seperti di Cikampek, Karawang, Bekasi, maupun daerah-daerah industri lain. Kasihan kan setelah mereka perempuan-perempuan Indonesia ditinggalkan tak bisa memiliki tanah yang sebenarnya bisa menjadi hak mereka,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait