BPK Temukan Kerugian Rp56,98 Triliun
Berita

BPK Temukan Kerugian Rp56,98 Triliun

Perlu pengawasan DPR untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
BPK Temukan Kerugian Rp56,98 Triliun
Hukumonline

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I-2013 kepada DPR pada Rapat Paripurna, Selasa (01/10).  Pada IHPS Semester I ini, BPK telah memeriksa 597 objek pemeriksaan, yang terdiri atas 519 objek pemeriksaan keuangan, 9 objek pemeriksaan kinerja dan 69 objek pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT).  Temuan kerugian negara dalam pemeriksaan ini menunjukkan masih adanya kelemahan sistem pengelolaan keuangan negara.

Ketua BPK Hadi Purnomo menjelaskan, sesuai hasil pemeriksaan, ditemukan 13.969 kasus kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan senilai Rp56,98 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.589 kasus (senilai Rp10,74 triliun) berupa ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan.

"Rekomendasi BPK untuk kasus tersebut antara lain berupa penyerahan aset atau penyetoran uang ke kas negara, daerah, atau perusahaan," kata Hadi.

Dari 5.747 kasus kelemahan SPI, sebanyak 2.854 kasus penyimpangan administrasi, dan sebanyak 779 kasus (senilai Rp46,24 triliun) adalah  temuan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan. BPK merekomendasikan perbaikan SPI dan tindakan administratif atau tindakan korektif lainnya.

Dijelaskan Hadi, selama proses pemeriksaan, lembaga atau  entitas yang diperiksa telah menindaklanjuti temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan dengan penyerahan aset atau penyetoran uang ke kas negara, daerah, perusahaan senilai Rp372,40 miliar. Sedangkan untuk ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan yang merugikan negara sebesar Rp46,24 triliun, BPK berharap anggota DPR dapat mengawasi dan mendorong penyelesaian tindaklanjutnya.

Pengawasan DPR sangat diperlukan agar lembaga negara yang diaudit  segera menindaklanjuti rekomendasi BPK. Tindak lanjut penting untuk menghindari kerugian negara yang lebih besar. BPK juga berharap pengawasan DPR yang efektif bisa mencegah penyimpangan lain. "Tujuannya, agar temuan yang selalu terjadi berulang tidak terjadi lagi di masa akan datang," jelas Hadi.

Selain itu dalam semester I Tahun 2013, BPK telah memeriksa laporan keuangan Tahun 2012 yaitu Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), 92 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga dan Negara (LKKN), 415 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) serta 6 laporan keuangan badan lainnya seperti Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Dalam pemeriksaan tersebut, BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas LKPP Tahun 2012 atau sama dengan opini Tahun 2011, 2010, dan 2009. Opini WDP diberikan oleh BPK terhadap LKPP Tahun 2012 karena BPK masih menemukan kelemahan pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.

Untuk laporan keuangan tiap-tiap kementerian, lembaga negara dan lembaga pemerintah non kementerian, pada Semester I Tahun 2013 BPK memberikan opini WTP atas 68 LKKL, opini WDP atas 22 LKKL, dan opini TMP pasa 2 LKKL. Sementara itu terhadap LK BP Batam Tahun 2012, BPK memberikan opini TMP.

Pada pemeriksaan terhadap LKPD, BPK memberikan opini WTP atas 113 entitas, opini WDP atas 267 entitas, opini Tidak Wajar (TW) atas 4 entitas dan opini TMP atas 31 entitas. "Hasil pemeriksaan atas LKPD menunjukkan peningkatan jumlah entitas yang memperoleh WTP. Pada Tahun 2008, LKPD yang memperoleh WTP sebanyak 13 entitas dari 485 entitas atau baru 3 persen," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait