LPS Gamang Dalam Selamatkan Bank Gagal
Utama

LPS Gamang Dalam Selamatkan Bank Gagal

Penyelematan bank gagal bisa menjadi bumerang bagi LPS.

Oleh:
FATHAN QORIB
Bacaan 2 Menit
Seminar Peran Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Penyelamatan Bank Gagal. Foto: SGP
Seminar Peran Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Penyelamatan Bank Gagal. Foto: SGP

November tahun ini, tepat lima tahun Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melakukan divestasi Bank Mutiara dengan harga Rp6,7 triliun. Jika hingga November belum ada investor yang minat dengan harga tersebut, LPS memiliki waktu satu tahun lagi untuk menjual bank yang dulu bernama Bank Century itu dengan harga optimal.

“Kita tidak bisa paksa investor untuk membeli harga di atas nilai wajarnya,” kata Kepala Eksekutif LPS Mirza Adityaswara dalam sebuah seminar di Jakarta, Rabu (2/10).

Ia mengatakan, ada kegamangan (rasa takut) bagi eksekutif LPS dalam menyelamatkan bank gagal. Di satu sisi, penyelamatan bank gagal merupakan tugas dan fungsi dari LPS. Tapi di sisi lain, penyelamatan bank gagal bisa menjadi bumerang berupa ancaman perbuatan korupsi jika terdapat kerugian negara dalam divestasi.

“(LPS, red) tidak bisa menjual karena ada ketakutan-ketakutan terhadap politik atau hukum, padahal UU LPS jelas, tahun keenam LPS bisa jual dengan nilai optimal artinya nilai pasar,” ujar Mirza.

Guru Besar Hukum Bisnis Universitas Gadja Mada (UGM), Nindyo Pramono, mengatakan LPS yang merupakan badan hukum memiliki doktrin bahwa kekayaannya harus dipisahkan dari kekayaan pendiri, dalam hal ini negara. “Ini prinsip. Sekalipun badan hukum publik pemerintah maupun negara dipisahkan dari APBN jadi modal, lepas dari mekanisme APBN,” katanya.

Kegamangan petinggi LPS semakin terlihat ketika divestasi Bank Mutiara yang tak sampai angka Rp6,7 triliun pada tahun keenam. Menurut Nindyo, kegamangan tersebut semakin terasa jika kekayaan negara yang dipisahkan yang dianut LPS bertabrakan dengan UU lain, seperti UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara ataupun UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 1 ayat (1) UU Keuangan Negara menyatakan bahwa keuangan negara adalah hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait