Permenaker Upah Minimum Dinilai Diskriminatif
Berita

Permenaker Upah Minimum Dinilai Diskriminatif

Membedakan upah minimum untuk pekerja di industri padat karya.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Permenaker Upah Minimum Dinilai Diskriminatif
Hukumonline

Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, mengecam Permenakertrans No.7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum yang diterbitkan pada awal bulan ini. Ia melihat ada sejumlah persoalan dalam regulasi tersebut mulai dari proses pembentukannya sampai substansi.

Dari segi substansi, Timboel berpendapat Permenakertrans Upah Minimum sebagai tindak lanjut pemerintah setelah menerbitkan Inpres No.9 Tahun 2013 tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum Dalam Rangka Keberlangsungan Usaha dan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja.

Isi kedua regulasi itu menurut Timboel sarat diskriminasi dan secara sistematis mengebiri kesejahteraan pekerja. Ia juga menilai Permenakertansbertentangan dengan amanat konstitusi, UU Ketenagakerjaan, Permenakertrans No.13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksana Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Serta dianggap bertentangan dengan Permenakertrans No.1 Tahun 1999 tentang Upah Minimum.

Timboel mengingatkan, UUD RI 1945 mengamanatkan seluruh pekerja di semua sektor industri berhak mendapat kehidupan dan upah yang layak. Sayangnya, dalam Permenakertrans No.7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum itu ada ketentuan yang membedakan upah minimum bagi pekerja sektor industri padat karya. “Jadi, kalau Inpres tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum dan Permenakertrans tentang Upah Minimum itu membatasi hak pekerja industri padat karya, maka sudah jelas melanggar UUD RI 1945 dan UU Ketenagakerjaan,” katanya kepada hukumonline di Jakarta, Senin (21/10).

Dengan menerbitkan kedua regulasi itu Timboel menilai pemerintah seolah lepas tangan dari tanggungjawabnya untuk mengelola industri padat karya dengan baik. Ujungnya, kaum pekerja di sektor tersebut dijadikan korban dengan cara upah minimumnya dipatok rendah. Dalam rangka memajukan industri padat karya dan menjamin kesejahteraan para pekerjanya Timboel berpendapat mestinya pemerintah memberikan berbagai kemudahan.

Misalnya, Timboel melanjutkan, memberikan akses pasar yang luas, bunga rendah dan kemudahan bahan baku. Hal itu pun harus diselaraskan dengan paket kebijakan ekonomi yang digulirkan pemerintah. “Inpres dan Permenakertrans itu merupakan bentuk tidak maunya pemerintah bertanggungjawab terhadap eksistensi industri nasional kita dan selalu memposisikan buruh yang harus dikorbankan,” ucapnya.

Sedangkan dari proses pembentukannya, Permenakertrans No.7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum itu bagi Timboel diterbitkan secara tiba-tiba dan bermuatan politis. Misalnya, mengacu Kepmenakertrans No.355 Tahun 2009 tentang Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional (LKS Tripnas), harusnya pembahasan itu dilakukan lewat LKS Tripnas.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait