Jimly: Sidang Etik Advokat Harus Transparan
Berita

Jimly: Sidang Etik Advokat Harus Transparan

Karena etika bukan lagi wilayah private, tetapi wilayah publik.

Oleh:
ALI
Bacaan 2 Menit
Jimly: Sidang Etik Advokat Harus Transparan
Hukumonline

Guru Besar Hukum Tata Negara UI Jimly Asshiddiqie berharap Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) memperbaiki sistem penegakan kode etik advokat agar lebih transparan.

“Kita perlu benahi etika profesi advokat. Saya usul ke pak Otto (Ketua Umum DPN PERADI,-red) agar kita bisa mendiskusikan ini secara mendalam,” ujarnya Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini dalam Rakernas PERADI di Jakarta, Kamis (14/11).

Jimly yang juga sedang terus mewacanakan peradilan etik di Indonesia ini menilai penegakan etik di kalangan advokat harus dibenahi. Selain harus bersifat transparan atau terbuka, orang yang menyelenggarakan sidang etik itu juga harus independen.

Lebih lanjut, Jimly mengambil contoh bagaimana Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) menyidangkan pelanggaran kode etik terhadap (mantan) Hakim Agung Ahmad Yamanie dalam majelis kehormatan hakim. “Ahmad Yamanie diberhentikan karena sidang MKH berlangsung terbuka. Itu pertama kalinya di Indonesia hakim agung diberhentikan,” ujarnya.

Jimly membandingkan dengan sidang pelanggaran kode etik terhadap (mantan) Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi yang dilangsungkan secara tertutup. “Karena sidangnya tertutup di MK, Arsyad hanya dipercepat masa pensiunnya. Itu sih bukan sanksi,” tuturnya.

Jimly menegaskan bahwa untuk menyelesaikan masalah di Indonesia ini tak cukup hanya menggunakan instrumen hukum, tetapi juga perlu mengandalkan penegakan kode etik di kalangan aparat penegak hukum.

Ketua Umum DPN PERADI Otto Hasibuan menilai wacana yang disampaikan Jimly adalah hal yang bagus. Ia menuturkan sebenarnya ada banyak sekali yang bisa dikerjakan oleh PERADI, tetapi sayangnya adanya ‘gelombang-gelombang’ yang mengganggu PERADI sehingga membuat organisasi ini sulit melaksanakan.

Tags: