Pemerintah Diminta Percepat Pembahasan RUU PPHMHA
Berita

Pemerintah Diminta Percepat Pembahasan RUU PPHMHA

Sulit berharap di tahun politik.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Diminta Percepat Pembahasan RUU PPHMHA
Hukumonline

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara mendesak pemerintah untuk segera membahas RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat (PPHMHA) bersama DPR. Sejak April 2013, RUU ini sudah menjadi usul inisiatif DPR, dan siap dibahas dengan Pemerintah. Hingga kini proses pembahasan di Pansus belum maksimal. Pansus sudah mengundang akademisi Universitas Indonesia dan Universitas Hasanuddin.

Permintaan untuk mempercepat pembahasan terungkap dalam konsultasi publik RUU itu yang diselenggarakan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Jakarta, Rabu (27/11) kemarin. “Sudah sangat lama masyarakat adat mendesak pemerintah agar ada Undang-Undang yang khusus mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat,” kata Sekjen AMAN, Abdon Nababan.

Dalam konsultasi publik itu, Tenaga Ahli Pansus RUU PPHMHA, Pramaartha Pode, menyatakan sepakat proses pembahasan dipercapat. Badan Legislasi DPR sudah melakukan konsultasi mengenai RUU ini di Papua Barat, Kalimantan Tengah, dan Sumatera Barat. Cuma, Pram mengingatkan bahwa 2014 adalah tahun politik. Konsentrasi anggota Dewan terpecah ke dalam urusan politik.

Dalam konsultasi publik tersebut juga muncul desakan untuk mengharmonisasi RUU PPHMHA dengan RUU Desa dan RUU Pertanahan. Pembahasan RUU Desa sudah jauh lebih maju dibanding dua rancangan lainnya. “Diskusi ini merekomendasikan agar dilakukan segera harmonisasi terhadap ketiga RUU,” kata Direktur Advokasi AMAN, Erasmus Cahyadi.

Pengakuan terhadap masyarakat adat juga mengemuka dalam Seminar Pengkajian Hukum Nasional yang diselenggarakan Komisi Hukum Nasional pada 26-27 November. Dalam salah satu sesi, hakim agung Valerine JL Kriekhoff mengingatkan bahwa pada tataran empiris, masyarakat dengan segala hukumnya masih ada.

Ketua Mahkamah Agung M. Hatta Ali, dalam amanat tertulis yang disampaikan hakim agung T. Gayus Lumbuun, juga menyinggung masalah ini, mengingatkan putusan Mahkamah Konstitusi yang mengakomodir hutan adat. Putusan Mahkamah Konstitusi itu harus ditaati pembentuk Undang-Undang, termasuk penyusun RUU Desa. Hatta menilai hukum adat semakin diakui ke depan. Karena itu ia meminta agar pembentuk Undang-Undang tak melupakan harmonisasi perundang-undangan sektoral.

Tags:

Berita Terkait