Presiden SBY Dinilai Tak Serius Tuntaskan Masalah HAM
Berita

Presiden SBY Dinilai Tak Serius Tuntaskan Masalah HAM

Pembentukan KKR Bisa Menjadi Solusi

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Presiden SBY Dinilai Tak Serius Tuntaskan Masalah HAM
Hukumonline

Di momen peringatan Hari HAM Sedunia yang jatuh pada tanggal 10 Desember 2013, sejumlah LSM melontarkan kritik mereka terkait kondisi HAM di Negeri ini. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, misalnya, menyatakan di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), banyak kasus-kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan. Seperti kasus Jemaah Ahmadiyah, GKI Yasmin, HKBP Filadelpia dan Syiah.

Menurut YLBHI, pemerintah melakukan pembiaran dan berperan aktif terhadap suburnya tindakan intoleransi terhadap kebebasan beragama. Direktur Advokasi dan Kampanye YLBHI, Bahrain  mengatakan Presiden SBY seharusnya menegakkan HAM secara serius. Salah satu bentuk keseriusan itu adalah dengan membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Pembentukan KKR diyakini akan menjadikan upaya penegakan dan penuntasan masalah HAM berjalan baik.

Jika KKR Nasional terbentuk, Bahrain melanjutkan, maka memudahkan berdirinya KKR di daerah. Dengan begitu pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM dapat dilakukan di seluruh wilayah seperti Aceh dan Papua. “Lewat KKR kita bisa melihat sejauh mana keseriusan negara dalam menyelesaikan pelanggaran HAM,” katanya dalam jumpa pers di kantor YLBHI Jakarta, Selasa (10/12).

Tak ketinggalan sebagai upaya menegakan HAM, Bahrain mendesak agar kewenangan Komnas HAM diperkuat bukan hanya melakukan penyelidikan saja. Tapi harus diberi tindakan lebih seperti penangkapan dan menyeret pelaku pelanggaran HAM ke pengadilan HAM.

Selaras dengan itu terkait Pengadilan HAM ad hoc Bahrain berpendapat seharusnya tidak dibentuk berdasarkan regional, tapi terpusat di satu tempat. Menurutnya hal tersebut dapat memperkuat pengadilan HAM ad hoc. Sebab keberadaan pengadilan HAM di beberapa wilayah dikhawatirkan hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Misalnya, seperti pengadilan tindak pidana korupsi di daerah yang banyak membebaskan tersangka. “Pengadilan HAM itu harusnya hanya ada satu saja, seperti Mahkamah Konstitusi (MK),” paparnya.

Atas dasar itu Bahrain menyebut YLBHI mendesak pemerintah menjadikan hari HAM internasional sebagai momentum menegakan prinsip-prinsip HAM. Berperan aktif menjalankan UUD RI 1945 dan UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM. Kemudian, segera menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu dan yang terjadi saat ini serta memberikan perlindungan terhadap keberagaman. Meratifikasi konvensi internasional yang tertunda seperti Optional Protocol to The Convention Against Torture (OPCAT). Lalu, pemerintah dan DPR dituntut segera membentuk UU KKR dengan memperhatikan pertimbangan putusan MK atas KKR.

Pada kesempatan yang sama pengabdi bantuan hukum YLBHI, Jerry Limbong, mengatakan OPCAT dibutuhkan untuk mencegah terjadinya tindak penyiksaan. Menurutnya, selama ini dalam proses hukum, aparat kepolisian diduga kuat melakukan tindakan tersebut dalam rangka meminta keterangan saat melakukan interogasi. Dengan diratifikasinya OPCAT diharapkan ke depan tindak penyiksaan dapat dicegah.

Tags: