RUU Desa Disahkan, Kades Bakal Terima Gaji Tetap
Berita

RUU Desa Disahkan, Kades Bakal Terima Gaji Tetap

Anggarannya berasal dari APBN.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
RUU Desa Disahkan, Kades Bakal Terima Gaji Tetap
Hukumonline
Sorak gembira para kepala desa (Kades)dari berbagai daerah di balkon sidang paripurna di Gedung DPR menyeruak pasca palu sidang diketuk pimpinan sidang Priyo Budi Santoso, Rabu (18/12). Pertanda, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Desa disahkan menjadi Undang-Undang. Salah satu poin dalam RUU itu, Kepala Desa akan mendapat gaji tetap perbulannya.

“Dengan disetujuinya RUU Desa,  maka menjadi UU,” ujar Priyo usai mengetuk palu sidang.

Ketua Pansus RUU Desa Ahmad Muqowam, sumber dana pemberian gaji tetap bagi kepala desa berasal dari dana perimbangan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Tentunya, APBN yang diterima kabupaten kota. Selain memperoleh penghasilan tetap, Kades dan perangkat desa memperoleh jaminan kesehatan dan dapat memperoleh penerimaan lainnya yang sah.

Menurutnya, ketentuan mengenai pendapatan dan tunjangan Kades dan perangkat desa diatur lebih lanjut melalui peraturan pemerintah. Dikatakan Muqowam, anggaran yang berasal dari APBN yang bersumber dari belanja pusat dengan mengefektifkan program berbasis desa secara merata dan berkeadilan.

Besaran alokasi anggaran yang peruntukannya langsung ke desa ditentukan 10 persen dari dan di luar dana transfer daerah secara bertahap. Anggaran tersebut dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis dalam rangka pemerataan pembangunan desa.

“Bagi kabupaten/kota yang tidak memberikan alokasi dana desa tersebut, pemerintah dapat melakukan penundaan dan atau pemotongan sebesar alokasi dana perimbangan setelah dikurangi dana alokasi khusus yang seharusnya disalurkan ke desa,” ujarnya.

Lebih jauh Muqowam menuturkan, RUU Desa mengatur Badan Usaha Milik Desa (BUMD). Menurutnya, BUMD sebagian besarnya modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan. Hal itu dilakukan untuk mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya demi kesejahteraan masyarakat desa,

Dikatakan politisi Partai Persatuan Pembangunan itu, RUU Desa  juga mengatur keberadaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Menurutnya, lembaga itu melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.

Anggota Komisi III Nasir Djamil mengamini pengesahan RUU Desa. Menurutnya, RUU Desa diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Ia berharap, pemerintah segera membuat peraturan turunan dari UU Desa.  Selain itu, Nasir meminta pemerintah yang diwakili Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera membuat pelatihan kepada seluruh aparatur desa.

Pasalnya dengan anggaran yang dialokasikan bagi desa bukannya dana yang kecil. Makanya, dengan adanya pelatihan pengelolaan alokasi anggaran desa, diharapkan dapat dikelola dengan baik agar terhindar dari penyelewengan dana tersebut.

“Jangan sampai dengan UU ini malah nanti bannyak kepala desa masuk penjara,” ujarnya.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi  mengatakan penyusunan RUU Desa kesepakatan pemerintah dan DPR. Dengan aturan tentang desa, setidaknya dapat menjadi aturan mengikat untuk mengatur desa menjadi lebih maju dan modern tanpa menghilangkan filosofi desa.

Gamawan berpendapat, desa merupakan ujung tombak dalam pembangunan nasional. Ia berharap dengan adanya RUU Desa menjadi UU mampu merespon demokratisasi dan globalisasi tanpa menghilangkan asal-usul desa.

“Pengaturan desa tidak hanya mengatur aspe penting, tapi desa diharapkan menjadi pondasi penting dalam memajukan desa di masa yang akan datang,” ujarnya.

Terpisah, Ketua Relawan Pemberdayaan Desa Nusantara (RPDN) Suryokoco Suryoputro khawatir UU Desa dijadikan ‘dagangan kampanye’. Ia berharap, anggoat dewan yang kembali mencalonkan menjadi caleg periode 2014 memberikan informasi yang tidak sesat. Semisal, satu desa sebesar Rp1 miliar. “Sementara faktanya tidak sebesar itu,” ujarnya.

Selain itu, besaran angka 10 persen langsung ke kas desa. Padahal faktanya, kata Suryokoco, 10 persen tidak dari APBN. Tetapi, angka 10 persen berasal dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam anggaran pendapat dan belanja daerah setelah dikurangi dana alokasi khusus.

“Semoga nasib UU Desa ini tidak seperti UU No.22 Tahun 1999 dan UU No.23 Tahun 2004 yang disahkan mendekati Pemilu dan menghasilkan ketidakmampuan aplikasi dan harus dilakukan pengulangan penyusunan perundangan,” pungkasnya.
Tags: