YLBHI-ICW Tetap Yakin Keppres Patrialis Batal
Berita

YLBHI-ICW Tetap Yakin Keppres Patrialis Batal

Ketika majelis mengakui Keppres Patrialis tidak melanggar Undang-Undang, seharusnya tidak perlu dibatalkan.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
YLBHI-ICW Tetap Yakin Keppres Patrialis Batal
Hukumonline
Salah satu penggugat Keppres No. 87/P/2013 tentang Pengangkatan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dan Maria Farida Indrati berencana akan mengajukan kontra memori banding ke PTTUN Jakarta. Kontra memori banding ini sebagai tanggapan memori banding Presiden SBY dan Patrialis sebagai tergugat intervensi yang secara resmi telah menyatakan banding.

“Sejak awal kita memang ingin ajukan kontra memori banding. Tetapi hingga saat ini kita belum terima berkas memori banding dari pihak tergugat,” ujar Direktur Advokasi YLBHI Bahrain saat dihubungi hukumonline, Sabtu (18/1).

Sebelumnya, Senin (23/12) tahun lalu, Majelis Hakim PTUN Jakarta yang diketuai Teguh Satya Bhakti beranggotakan Tri Cahyadi dan Elizabeth Tobing mengabulkan gugatan yang diajukan Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari YLBHI, ICW, dan ILR. Majelis membatalkan Keppres No. 87/P/2013 tanggal 22 Juli 2013 yang menetapkan pengangkatan Patrialis Akbar dan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi dan memerintahkan presiden untuk mencabut Keppres itu.

Penerbitan Keppres itu secara tersirat dinilai melanggar UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK lantaran mengabaikan prinsip transparansi dan partisipatif dalam seleksi calon hakim konstitusi terutama saat pengangkatan Patrialis. Majelis menyebut terbitnya Perppu No 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU MK bentuk pengakuan Presiden SBY adanya persoalan atau kekeliruan dalam proses pengangkatan hakim konstitusi.

Bahrain mengungkapkan beberapa hari setelah putusan PTUN dibacakan kuasa hukum tergugat (presiden) sudah resmi mengajukan permohonan banding di PTUN Jakarta. “Yang jelas, mereka sudah menyatakan banding. Persoalan nanti mereka ajukan memori banding atau tidak itu hak mereka, bukan keharusan, kecuali memori kasasi karena itu wajib diajukan,” kata Bahrain.            

Meski begitu, pihaknya tetap menganggap putusan PTUN Jakarta yang membatalkan Keppres Patrialis sudah benar. Soalnya, dalam fakta persidangan presiden tidak bisa membuktikan penerapan asas-asas umum pemerintahan yang baik dalam seleksi calon hakim konstitusi, yakni transparan, partisipatif, dan akuntabel.  

“Majelis hakim PTUN berkeyakinan presiden melanggar asas dan peraturan perundangan-undangan yaitu Pasal 19 UU MK dan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Karenanya, saat presiden mengeluarkan keputusan pengangkatan Patrialis dan Maria keliru/salah,” ujar Bahrain.

Keyakinan hakim itu, lanjut Bahrain, semakin dikuatkan dengan terbitnya Perppu MK yang juga mengatur mekanisme seleksi calon hakim konstitusi yang dilakukan oleh panel ahli yang dibentuk KY. Sebab, selama ini tidak ada aturan mekanisme rekrutmen hakim konstitusi yang jelas oleh pemerintah, MA, ataupun DPR.

“Jadi kalaupun kita ajukan kontra memori kita tetap menganggap proses pengangkatan Patrialis ada yang salah dan harus dibatalkan karena tidak ada partisipasi publik. Terlepas tergugat membuat memori banding atau tidak kita tunggu saja putusan berikutnya,” tegasnya.              

Tidak konsisten
Sebaliknya, kuasa hukum Patrialis, Muhammad Ainul Syamsu  menegaskan telah resmi menyatakan banding pada 24 Desember 2013 lalu. Adapun memori banding akan disampaikan pada pekan ini. “Sudah kami susun memori bandingnya dan akan kami kirim pekan ini ke PTUN Jakarta, tetapi harinya belum tahu,” kata Ainul saat dihubungi lewat telepon.

Dia menilai putusan majelis hakim PTUN Jakarta tidak konsisten. Sebab, satu sisi majelis mengakui adanya praktik pemilihan langsung calon hakim konstitusi oleh Presiden dan MA yang tidak dilarang UU MK sebagai praktik hukum administrasi negara. Namun, di sisi lain majelis justru membatalkan Keppres itu.

“Kalau mau konsisten, ketika majelis mengakui itu tidak melanggar Undang-Undang atauhukum, seharusnya tidak perlu membatalkan Keppres itu,” dalihnya.

Majelis hakim juga dinilai keliru menerapkan hukum karena memberlakukan Perppu No. 1 Tahun 2013 tentang MK secara surut sebagai dasar memutus perkara ini. Menurut dia seyogyanya majelis menerapkan UU MK, bukan Perppu MK. “Pak Patrialis kan diangkat 23 Juli 2013, sementara Perppu MK dikeluarkan 17 Oktober 2013, kalau mau taat asas harus menggunakan UU MK, bukan Perppu MK,” tegasnya.
Tags:

Berita Terkait