Momentum Uji Materi UU Pilpres Dinilai Tak Tepat
Berita

Momentum Uji Materi UU Pilpres Dinilai Tak Tepat

Idealnya penerapan Pilpres dan Pileg serentak digelar 2019 mendatang.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Momentum Uji Materi UU Pilpres Dinilai Tak Tepat
Hukumonline
Pengajuan uji materi UU No.42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan Yusril Ihza Mahendra ke Mahkamah Konstitusi dinilai tidak tepat momentum. Meski sebagian kalangan partai mendukung upaya hukum Yusril, namun jika dikabulkan MK, penerapan pemilu presiden dan legislatif tidak dapat diterapkan pada Pemilu 2014. Demikian disampaikan anggota Komisi III Ahmad Yani, Rabu (21/14).

Yani mengatakan, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mendukung penuh langkah Yusril melakukan uji materi UU tersebut. Ia berpandangan, upaya mengajukan uji materi UU Piplres sama halnya dengan yang dilakukan Aliansi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak yang dikomandoi Effendi Gazali. Hanya saja, MK kerap menunda pembacaan putusan.

“Seharusnya putusan itu sudah bisa dibacakan atau diucapkan pada waktu Mahfud MD menjadi ketua MK. Sekarang ini pada gugatan Yusril baru sibuk,” ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan itu.

Menurut Yani, proses Pemilu serentak sudah tidak memungkinkan, jika uji materi yang diajukan Yusril nantinya dikabulkan MK. Soalnya, proses pemilu sudah berjalan beberapa tahap. Terlebih, para caleg telah melakukan kampanye secara tertutup dan sosialisasi kepada konstituen. Semua itu mengeluarkan dana yang cukup besar.

“Dari awal PPP mendukung, cuma momentumnya sekarang tidak tepat. Ibarat kereta mau ke Yogyakarta, ini sudah sampai Cirebon, masa mau lompat di tengah jalan. Oleh karena itu sudah tidak memungkinkan untuk yang namanya pemilu serentak,” ujarnya.

Anggota Komisi VI dari Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno mengamini pandangan Yani. Menurutnya, pemilu serentak dapat dilakukan pada Pemilu 2019 mendatang. Ia berpandangan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) membutuhkan pertimbangan dalam menerapkan putusan jika uji materi yang diajukan Yusril dikabulkan MK.

“Tetapi jika MK mengatakan sekarang, artinya dilakukan Juli dan parpol harus mengagendakan ulang, dan persiapan kesiapan dananya,” katanya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq menambahkan, jika upaya hukum Yusril dikabulkan, maka itu akan menyehatkan sistem demokrasi. Selain itu, akan memperkuat sistem presidensial. Soalnya, sejak awal Parpol akan dipaksa untuk mempersiapkan pasangan Capres dan Cawapresnya.

Ketua Komisi I DP itu menilai kekhawatiran tak dapat diterapkan pada pemilu 2014 terlaumpau berlebihan. Justru dengan dikabulkannya gugatan Yusril, kata Mahfudz, akan berdampak mundurnya pelaksanaan pemilu legislatif dan memberikan kesempatan kepada KPU dan Bawaslu untuk menuntaskan sejumlah agenda pekerjaan rumah yang belum rampung. Misalnya, penyiapan saksi TPS, dan memantapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin menuturkan apapun putusan MK, pemerintah akan mematuhinya. Menurutnya, terlepas berbagai pandangan pro dan kontra, pemerintah tidak dalam menyatakan pendapat. “Karena kami tidak ingin mempengaruhi jalannya persidangan itu sendiri,” katanya.

Namun jika berbicara berkapasitas sebagai politisi Demokrat, Amir menilai setiap putusan MK harus dilihat dari sisi manfaat. Anggota dewan pembina Partai Demokrat itu berpandangan, idealnya penerapan Pilpres dan Pileg serentak dilakukan pada 2019 mendatang.

Amir beralasan persiapan ajang perhelatan akbar demokrasi telah berjalan dilakukan KPU. “Bisa bayangkan itu cukup tinggi. Tetapi saya sampaikan ini tidak bermaksud sedikit pun untuk mengintervensi apapun yang diputuskan MK,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait