DJP Minta Akses ke Rahasia Bank
Berita

DJP Minta Akses ke Rahasia Bank

Guna kepentingan optimalisasi penerimaan pajak.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
DJP Minta Akses ke Rahasia Bank
Hukumonline
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan berusaha sekuat tenaga memenuhi target penerimaan pajak nasional. Beragam cara dilakukan, termasuk menggali potensi pajak dari orang-orang yang merahasiakan jumlah kekayaannya lewat bank. DJP meminta dibuka akses ke rahasia perbankan. Dengan kata lain, DJP dikecualikan dari rahasia bank.

Dirjen Pajak, Fuad Rahmany, mengaku sudah mengkomunikasikan gagasan itu kepada sejumlah anggota DPR. “Saya telah SMS langsung beberapa anggota DPR di Komisi XI agar rahasia bank dikecualikan untuk kepentingan pengawasan penggalian potensi pajak,” kata Fuad dalam rilis yang diterima hukumonline.

Fuad menilai, akses DJP terhadap data perbankan sebaiknya tidak hanya diperkenankan dalam hal kepentingan penyidikan pidana perpajakan yang saat ini tengah dibahas Komisi XI terkait revisi UU Perbankan. Tetapi sebaiknya dibuka pula untuk kepentingan pungutan pajak. Ia mengklaim aturan sejenis dikenal di Amerika Serikat, Australia dan Malaysia. Negara-negara ini membuka akses perbankan untuk kepentingan perpajakan.

Dalam UU Perbankan yang berlaku saat ini, lanjut Fuad, setiap bank memiliki kewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Kewajiban itu tidak berlaku jika demi kepentingan pemeriksaan, penagihan atau penyidikan. Gara-gara rambu bernama rahasia bank, DJP hanya sedikit dapat memanfaatkan data nasabah di perbankan.

Jika data nasabah perbankan dapat dibuka demi kepentingan pengawasan dan penggalian potensi pajak, berarti data perbankan dimanfaatkan tidak hanya sebatas kepentingan pemeriksaan, penagihan dan penyidikan. Tetapi juga untuk keseluruhan tahapan penggalian potensi pajak mulai dari himbauan, konseling, penelitian dan sebagainya. “Artinya, akan semakin banyak data nasabah perbankan yang akan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penggalian potensi pajak dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak untuk kepentingan negara dan bangsa,” jelas Fuad.

Selain itu, Fuad menilai memanfaatkan data nasabah perbankan menjadi potensi pajak juga mudah. Data nasabah perbankan, terutama rekening simpanan, merupakan data valid yang seharusnya bisa diakses DJP. Bahkan, data nasabah dapat dimanfaatkan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak (WP) terhadap peraturan perpajakan. DJP dapat melakukan pengecekan uang yang masuk dan dapat memperkirakan penghasilan WP. “Setelah itu kita uji silang dengan penghasilan dan pajaknya yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan” tuturnya.

Direktur P2 Humas DJP, Kismantoro Petrus, meragukan kekhawatiran timbulnya moral hazard jika rahasia perbankan diterobos. Menurut dia, akses perbankan harus disertai dengan pengawasan yang ketat. Misalnya dengan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan secara langsung terhadap DJP. “Harus diawasi. Dan lagi bisa saja khan satu orang di DJP diberikan tugas dan kepercayaan untuk mengakses data perbankan tersebut sehingga kalau ada terjadi kecurangan tidak susah,” katanya.

Anggota Komisi XI DPR Ecky Awal Mucharam justru mengkritik dalih DJP. Kalau target penerimaan pajak tak tercapai, jangan jadikan keterbatasan akses perbankan sebagai dalih. Kalaupun ada kemungkinan mengakomodasi ide DJP dalam revisi UU Perbankan, tetap butuk waktu lama.  “Jangan sampai hal ini menjadi alasan DJP saat target penerimaan pajak tidak tercapai,” tandas politisi PKS ini.

Ecky menilai, seharusnya DJP menempuh cara lain untuk meningkatkan penerimaan pajak sebelum gagasan membuka akses perbankan disetujui. Misalnya, DJP bisa mengukur kesesuaian data antara aset dan besaran pajak yang dibayarkan.

Cara lain adalah menambah pegawai pajak. Cara ini, kata Ecky, cenderung disetujui Komisi XI DPR. Namun, ia mengingatkan, penambahan pegawai tersebut dapat meningkatkan kinerja yang optimal. Hal ini mengingat banyaknya pegawai pajak yang tersandung masalah korupsi. “Penambahan pegawai harus diiringi juga dengan kemampuan DJP menangani pegawainya. Jangan sampai muncul lagi yang seperti Gayus Tambunan,” ujarnya.

Untuk diketahui, target penerimaan pajak dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2014 ditargetkan Rp1.142 triliun. Besaran ini meningkat dibandingkan dengan target penerimaan dalam APBN Perubahan 2013 Rp995,2 triliun. Sampai dengan 31 Juli 2013, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp484,1 triliun. Sementara realisasi penerimaan pajak dalam APBNP 2012 mencapai Rp 835,25 triliun atau mencapai 94,38 persen dari target Rp885,02 triliun.
Tags:

Berita Terkait