MK Bantah Putusan Pemilu Serentak Bernuansa Politis
Berita

MK Bantah Putusan Pemilu Serentak Bernuansa Politis

KY menilai wajar jika ada masyarakat mencurigai putusan MK lantaran lama dibacakan.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
MK Bantah Putusan Pemilu Serentak Bernuansa Politis
Hukumonline
MK membantah adanya unsur kepentingan politik yang menunggangi lahirnya putusan uji materi UU pengujian UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) terkait penundaan pelaksanaan pemilu serentak pada pemilu 2019. Meski putusan itu diakui bersinggungan dengan politik karena Pilpres berkaitan dengan kepentingan partai politik (parpol).    

“Tidak ada itu tekanan dari parpol. Bentuk tekanannya seperti apa? kita bebas dari tekanan,” kata Hakim Konstitusi Harjono di ruang kerjanya, Jum’at (24/1). 

Harjono menjelaskan pertimbangan putusan penundaan pemilu serentak itu tidak hanya murni berpikir secara hukum. Akan tetapi, memikirkan asas manfaat yang menjamin pelaksanaan dari putusan itu agar tidak menimbulkan kekacauan (chaos).

Terlebih, MK bukan hanya kali ini memutuskan pengujian undang-undang yang tidak bisa langsung diterapkan ketika putusan selesai dibacakan. Harjono mencontohkan, MK pernah memutus perkara pengujian UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait pembentukan Pengadilan Tipikor yang harus dibentuk dengan undang-undang tersendiri, paling lambat tiga tahun sejak dibacakan putusan MK itu. Faktanya, Pengadilan Tipikor yang ada pada saat itu tetap konstitusional dalam menjalankan tugasnya.

“Hukum kan mengandung asas kemanfaatan, selain kepastian dan keadilan agar sebuah putusan ini bisa dilaksanakan,” tukasnya. 

Menurutnya, pemberlakuan pemilu serentak bisa saja dilakukan tahun ini dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk mengatur tata cara pemilihan dan lain-lain. Akan tetapi, Presiden akan membuat Perppu tanpa diawasi DPR. “Yang buat Perppu Presiden tanpa ada DPR, tetapi ada kesempatan untuk keuntungan presiden, siapapun presidennya. Jadi kita timbang juga soal itu,” tandasnya.

Karena itu, penundaan pemilu serentak bukan sama sekali karena faktor politik yang mengelilingi MK. Sehingga, tidak perlu ada yang meragukan keabsahan pelaksaan pemilu yang akan berlangsung tahun ini karena Pemilu 2014 tetap dinyatakan konstitusional. “Orang boleh saja komentar, tetapi otoritas yang menyatakan pelanggaran konstitusi itu kan MK,” tutupnya.

Terkait lamanya proses pembacaan putusan, Harjono menegaskan lamanya pembacaan putusan murni karena proses penyusunan draft putusan mengalami hambatan lantaran banyaknya perkara pemilukada dan kasus penangkapan Akil Mochtar. Peristiwa penangkapan Akil banyak membuang energi untuk mempertahankan kredibiltas MK.     

Dia mengakui pertimbangan putusan mengenai penundaan pelaksanaan pemilu serentak di tahun 2019 memang telah diputuskan setelah Mahfud MD keluar pada Maret 2013. Namun, hal-hal lain selain pemilu serentak belum diputuskan. Lalu, dalam perjalanannya selain karena adanya hambatan itu, terjadi perubahan keadaan yang menggeser pendapat para hakim konstitusi yang disesuaikan dengan keadaan saat itu, saat ini, dan ke depannya.     
Sementara itu, Komisi Yudisial (KY) mengatakan wajar ketika ada masyarakat menganggap ada yang aneh dalam putusan MK itu karena lamanya pembacaan putusan. “Wajar kalau sebagian masyarakat mencurigai adanya judicial corruption karena lamanya pembacaan putusan,” kata Komisioner KY Imam Anshori Saleh saat dihubungi.

“Yang terpenting saat ini, MK bisa memberikan penjelasan terhadap kecurigaan masyarakat yang berkembang saat ini.”

Komisioner KY, Taufiqurrohman Syahuri mengatakan jika memang ada keanehan dalam putusan MK, KY tidak memiliki kewenangan untuk mengklarifikasi atau memanggil hakim konstitusi. “Kalau sudah terbentuk Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) dan ada laporan masyarakat itu bisa saja ditelusuri. Lamanya pembacaan putusan bisa menjadi objek pemeriksaan,” kata Taufiq. 

Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU Pilpres yang diajukan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak. Majelis membatalkan Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112  UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang mengatur pelaksanaan Pilpres tiga bulan setelah pelaksanaan Pileg alias tidak serentak.

Namun pembatalan ketentuan pemilu tidak serentak itu tak serta merta bisa diberlakukan pada Pemilu 2014. MK memutuskan berlaku pada Pemilu 2019. Ketentuan tersebut masih bisa diberlakukan dalam Pemilu 2014 ini hingga pembentuk UU membuat aturan baru terkait pemilu serentak. Alasannya, semua tahapan penyelenggaraan pemilu 2014 ini sudah berjalan dan mendekati pelaksanaan.
Tags:

Berita Terkait