Penentu Arah Bangsa
Tajuk

Penentu Arah Bangsa

Energi semua unsur bangsa dan pemangku kepentingan akan sangat lebih baik bila disalurkan melalui perbaikan institusi yang sudah terlanjur dibangun dan SDM yang lebih mampu dan berintegritas,

Oleh:
Bacaan 2 Menit
Penentu Arah Bangsa
Hukumonline
Arah perjalanan suatu bangsa seringkali ditentukan oleh sedikitnya tiga hal. Pertama, bagaimana pendiri bangsa (founding fathers) menentukan dasar dan falsafah berbangsa dan bernegara dalam konstitusi negara. Kedua, bagaimana pengadilan tertinggi di negara tersebut, sering disebut Mahkamah Konstitusi (MK) atau Mahkamah Agung (MA) di beberapa negara, menjaga, mempertahankan dan menafsirkan konstitusi tersebut. Dan ketiga, unsur perubahan luar biasa yang terjadi yang bisa merekonstruksi kembali dasar dan falsafah bangsa, bisa konstitusional, tetapi terkadang juga inkonstitutional, namun sungguh diperlukan untuk kebutuhan saat itu.

Kita, bangsa Indonesia, mengalami tiga hal tersebut, walaupun urutan kedua dan ketiga tidak selalu menggambarkan pengalaman yang ada. Tahun-tahun sekitar 1945, 1955, 1965, dan 1998 menjadi bukti sejarah yang tertulis jelas tentang ketiga hal tersebut. Kini di awal 2014, terjadi lagi suatu peristiwa penting ketika MK dengan hanya satu dissenting opinion menafsirkan konstitusi kita yang akan mengubah arah ke depan dan berjalannya sistem ketatanegaraan serta peta dan praktik politik di Indonesia.

Pada dasarnya, keputusan MK 2014 tersebut menyatakan bahwa ketentuan UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wapres (pilpres) yang dilakukan secara bertahap atau tidak serentak dengan Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan (Pildewan) dianggap inkonstitusional. Selanjutnya, sebagai konsekuensi keputusan tersebut, MK dengan pertimbangan dan interpretasinya sendiri juga memutuskan bahwa penyelenggaraan pilpres dan pildewan serentak pada tahun 2014 masih dianggap tidak mungkin efektif dilakukan mengingat persiapan-persiapan yang telah dilakukan untuk Pemilu 2014.

Pilpres dan pildewan secara serentak, jika diadakan pada tahun 2014, malah dianggap akan dapat membuat keadaan menjadi kacau, sesuatu yang harus dihindari dalam kondisi politik yang tidak kondusif sekarang ini. Tentu wacana tentang konstitusionalitas keputusan MK tentang pilpres dan pildewan serentak tahun 2019 tersebut akan mengundang wacana pro dan kontra. Namun sepertinya upaya hukum untuk menempuh banding atau peninjauan kembali atas keputusan MK tidak tersedia, sehingga kontroversi ini akan tetap jadi sekadar wacana atau debat publik yang menarik saja.

Upaya yang bisa dilakukan adalah nanti, bila Undang-undang yang dibuat kemudian tentang pilpres dan pildewan secara serentak dinyatakan inkonstitusional oleh MK juga dalam proses terpisah, sesuatu yang mungkin terjadi walaupun cukup kecil kemungkinannya. Begitulah, keputusan hakim, dimanapun, tidak akan bisa pernah memuaskan semua pihak. Tetapi karena ini menyangkut kehidupan bernegara kita dan menyangkut kondisi politik yang semakin memanas, maka ini menjadi semakin penting.

Diskusi publik yang kita amati saat ini terjadi di media termasuk media sosial, memunculkan sejumlah pertanyaan yang perlu jawaban logis yang bisa menghilangkan keraguan publik untuk menyambut (baik) keputusan MK tersebut, yang sedikit banyak bisa mempengaruhi tingkat partisipasi mereka dalam pemilu mendatang:
(a) apakah keputusan MK yang lama tertunda pembacaannya mengandung motif tertentu dan sengaja dilakukan untuk manfaat pihak tertentu?
(b) apakah ada suatu perhitungan logis yang meyakinkan bahwa pilpres dan pildewan serentak dapat mengurangi transaksi politik dan uang?
(c) apakah juga ada suatu perhitungan logis yang meyakinkan bahwa pilpres dan pildewan serentak dapat menghemat APBN dalam jumlah yang besar?
(d) apakah pilpres dan pildewan serentak serta hasilnya akan bisa menjamin pilpres dan pildewan berkualitas dan menjadikan pemberian suara setiap warga negara menjadi suatu pemberian suara yang pada akhirnya bisa mengubah carut marut praktik kenegaraan dan politik yang saat ini dinilai transaksional? 

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu tidak akan pernah bisa konklusif, dan kita tidak tahu juga hasil akhir dari pemilu serentak. Menjadi penting untuk pada akhirnya menyadari bahwa masalah konstitusionalitas suatu ketentuan undang-undang memang tetap perlu selalu dilakukan dari waktu ke waktu, namun lebih penting lagi adalah bahwa kita perlu meyakinkan diri sendiri bahwa pilpres dan pildewan serentak pada akhirnya menjadikan praktik kenegaraan yang lebih berkualitas, transaksi politik dan uang terkikis habis, dan hasil pilpres dan pildewan membawa perubahan-perubahan mendasar bagi rakyat banyak, yaitu kebijakan dan pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi, hukum, sosial dan budaya yang jauh lebih baik.

Untuk itu, kenapa tidak melaksanakan saja keputusan MK tanpa hiruk-pikuk di media dan tanpa menariknya menjadi sengketa hukum. Konstitusi banyak negara mengalami perubahan berkali-kali. Pelaksanaan keputusan MK sebagai upaya untuk mempertahankan atau menginterpretasikan konstitusi sangat kerap dilakukan di negara manapun, baik yang sekedar mengubah norma bagaimana pemerintah, bisnis atau perorangan bertingkah laku, tetapi juga sampai mengubah arah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Keputusan MA Amerika Serikat dan MK Afrika Selatan misalnya, banyak bicara tentang pengalaman-pengalaman tersebut sehingga membentuk negara dan masyarakat mereka seperti sekarang ini. Kita tidak perlu menjadi pengecualian. Ketakutan mereka yang mapan adalah memang pada perubahan. Harapan masyarakat yang terpinggirkan adalah selalu pada perubahan.

Disebutkan di atas bahwa perubahan besar juga terjadi karena kejadian luar biasa. Ini bisa terjadi karena pengaruh perubahan peta atau krisis ekonomi dan politik dunia, maupun karena gerakan murni dari unsur bangsa atau pemangku kepentingan yang menginginkan perubahan dan perbaikan secara cepat. Kita sudah mengalami begitu banyak krisis, dan juga sangat sadar bahwa biaya serta dampak krisis begitu besar dan prosesnya melelahkan, beberapa diantaranya menorehkan sejarah kelam kita.

Energi semua unsur bangsa dan pemangku kepentingan akan sangat lebih baik bila disalurkan melalui perbaikan institusi yang sudah terlanjur dibangun dan SDM yang lebih mampu dan berintegritas, terutama institusi penegak hukum, parlemen, peradilan dan lembaga-lembaga negara di bidang pengawasan lainnya. Kita tidak perlu menoleh terlalu jauh, karena dengan mudah dapat mencontoh KPK sebagai model dengan beberapa perbaikan dan penguatan.

Tahun 2019 memang masih lama, dan akan banyak tokoh dan parpol yang akan kehilangan waktu, enerji, biaya dan legitimasi untuk menunggu sampai saat itu. Ini menunjukkan bahwa pilpres dan pildewan buat beberapa orang merupakan jalan bagi mereka untuk mencapai kekuasaan dengan cepat. Sebaiknya, daripada menjadi pungguk yang merindukan bulan, lebih baik mereka, dan juga kita semua bisa berkonsentrasi memberi kontribusi bagi praktik kenegaraan dan berbangsa yang lebih baik, dengan kritis dan konstruktif, tanpa harus mengejar kekuasaan.

Januari 2014
ats
Tags:

Berita Terkait