Komisi Hukum DPR Keluhkan Kualitas CHA
Berita

Komisi Hukum DPR Keluhkan Kualitas CHA

Mulai dari tidak tegas, hingga tidak menguasai perundangan.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Komisi Hukum DPR Keluhkan Kualitas CHA
Hukumonline
Seleksi calon hakim agung kembali digelar di ruang Komisi III DPR. Tiga calon yang menjalani uji kelayakan dan kepatutan adalah Hakim Pengadilan Tinggi Makasar Suhardjono, Hakim Tinggi Pengawasan Sunarto, dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah Maria Anna Samiyati.

Namun, Komisi Hukum yang melakukan uji kelayakan dan kepatutan mengeluhkan kualitas CHA yang menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Gedung DPR, Kamis (30/1).

Suhardjono, misalnya. Dalam menjalani uji kelayakan dan kepatutan, Suhardjono yang mengaku memiliki sifat emosional itu dinilai kerap mempertahankan pendapatnya sepanjang demi kebenaran dan keadilan. Dalam tes wawancara, Suhardjono sempat berdebat dengan anggota Komisi VI yang di BKO ke Komisi III, yakni Chaeruman Harahap.

Chaeruman sempat menggali jawaban dari Suhardjono seputar putusan perkara yang ditangani kemudian dikasasi. Chaeruman meminta kasus kongkrit yang ditanganinya. “Berapa banyak putusan yang dikasasi, dan tolong dijelaskan perihal apanya yang dikasasi,” ujarnya.

Suhardjono memberikan jawaban. Namun sayangnya, jawaban Suhardjono dianggap tidak memuaskan dan terkesan ragu dengan jawaban tersebut. Kepada Suhardjono, Chaeruman meminta agar bersikap tegas dalam memberikan jawaban. “Ini dalam rangka kita menggali jawaban. Sebagai hakim harus mengungkapkan pendapatnya, jangan dipendam di dalam hati saja,” ujarnya.

Dalam paparannya, Suhardjono menuturkan pernah memvonis hukuman mati pelaku pembunuhan. Menurutnya, pelaku layak diganjar hukuman mati lantaran telah menghilangkan nyawa seorang perempuan. Saat itu, Suhardjono menjadi hakim pengadilan negeri Lamongan, Jawa Timur. “Itu kasus berlatar belakang perdagangan. Saya jatuhi hukuman pidana mati,” ujarnya.

Sementara CHA lainnya, Maria Anna Samiyati dinilai tidak konsisten dalam menjawab pertanyaan anggota Komisi III. Selain itu, Anna mengakui dalam membuat putusan sebuah perkara perdata bersama anggota majelis lainnya sempat keliru sehingga putusan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung.

“Menurut saya putusan MA itu benar. Memang ada kekeliruan putusan itu (kami),” katanya. “Putusan anda dan kawan-kawan dibatalkan MA, terus anda bilang putusan MA benar. Kenapa sejak awal anda terlibat, saudara tidak tahu  putusan itu salah,” cecar Ketua Komisi III Pieter C Zulkifli.

Selain itu, Maria Anna mengaku tidak menguasai UU KPPU. Meski pernah menangani perkara persaingan usaha sewaktu di Kudus, namun tidak terlampau mahir di bidang persaingan usaha. Apalagi, ia tak pernah lagi menangani perkara persaingan usaha. Selain itu, Anna mengaku tak menguasai UU Peradilan Militer.

“Bagaimana anda menangani perkara besar kalau anda menjawab pertanyaan yang sederhana saja melebar ke mana-mana,” ujar Pieter.

Berbeda dengan Suhardjono dan Maria Anna, Sunarto jauh lebih lancar menjawab pertanyaan anggota dewan. Sebagai hakim tinggi pengawas, Sunarto dengan cekatan dan tenang menjawab semua cecaran pertanyaan anggota Komisi III.
Meski telah memberikan jawaban atas sejumlah pertanyaan yang diajukan anggota dewan, sayangnya mereka yang melakukan uji kelayakan dan kepatutan merasa tidak puas.

Ketua Komisi III Pieter C Zulkifli mengatakan, persoalan pemilihan CHA yang disodorkan ke DPR berada di ranah Komisi Yudisial. “Persoalannya yang dikirim ke DPR itu menurut saya tidak layak menjadi hakim agung. Ini kacau semua,” ujarnya.

Menurutnya, Suhardjono saat diberikan pertanyaan seputar hukum acara tidak memberikan jawaban tegas. Padahal, itu menjadi persoalan mendasar sebagai seorang hakim. Ia khawatir jika menjadi hakim agung, akan berdampak pada masyarakat pencari keadilan.

Ia berharap Komisi Yudisial yang menyeleksi di tahap awal harus melakukan kajian mendalam seputar kualitas CHA. Pieter berpandangan Komisi Yudisial semestinya memahami integritas CHA yang akan disodorkan ke Komisi Hukum. “Kalau tim yang menyeleksi hakim agung seperti ini, bagaimana dengan rakyat pencari keadilan,” ujarnya kesal.

Anggota Komisi III Ahmad Kurdi Moekri menambahkan, kualitas CHA harus memiliki integritas, kapabilitas dan ketegasan dalam mengemukan pendapat. Apalagi, seorang hakim agung harus pula membuat terobosan hukum bagi pencari keadilan.

“Beliau tidak tegas. Kalau dia hakim harus tegas. Bagiamana mau memperbaiki kalau tidak tegas,” ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan itu.

Eva Kusuma Sundari berpendapat sama. Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP itu menuturkan, calon yang disodorkan belum memenuhi kriteria yang diinginkan DPR. Apalagi, kata Eva, CHA yang disodorkan Komisi Yudisial merupakan calon yang pernah gagal pada periode sebelumnya. “Ini salahnya di KY, kalau tidak lulus ya dikembalikan lagi ke KY,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait