Ahli Sarankan Kasus Untag Gunakan UU Yayasan
Berita

Ahli Sarankan Kasus Untag Gunakan UU Yayasan

Usai melaporkan ketua yayasan ke kepolisian, forum peduli Untag mengumpulkan sejumlah ahli hukum.

Oleh:
ALI
Bacaan 2 Menit
Para pembicara dalam seminar
Para pembicara dalam seminar "Korupsi dan Pencucian Uang di Perguruan Tinggi Swasta" (kiri-kanan) Abdullah, Winanto Wiryomartani (Notaris), Tuswoyo Giri Atmojo (Moderator) dan TB Adhi Faiz (Dosen FH Universitas Pancasila), Jakarta (4/02). Foto: RES
Ribut-ribut Yayasan Universitas 17 Agustus (Untag) Jakarta telah berujung ke Kepolisian. Ketua Yayasan Untag Rudyono Dharsono dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri dan Polres Jakarta Utara sekaligus. Tak tanggung-tanggung, Rudyono dilaporkan atas dugaan penggelapan, pemalsuan hingga pencucian uang.

Notaris senior Winanto Wiryomartani menyarankan agar masing-masing pihak mencermati kasus tersebut dengan menggunakan UU Yayasan.

“Permasalahan yang terjadi di Untag masuk ranah hukum yang mana? Coba lakukan pencermatan legalitas hukum pengurus yayasan dulu, apakah sudah sesuai AD/ART atau tidak,” ujarnya dalam diskusi yang diselenggarakan Forum Masyarakat Peduli Untag, di Jakarta, Selasa (4/2).

Winanto menuturkan bila pengurus yayasan – dalam hal ini Ketua Yayasan – melakukan tindakan yang melebihi kewenangannya (ultra vires), maka perbuatan hukum itu bisa batal. “Makanya, harus dipelajari dulu. Itu yang paling penting,” ujarnya.

Berdasarkan UU Yayasan, lanjut Winanto, pengurus yayasan berwenang mewakili yayasan, dengan catatan untuk tindakan tertentu harus memperoleh izin dari badan pembina. “Fokusnya di situ,” tegasnya.

Bila ternyata izin dari pembina telah dikantongi, maka perlu dilihat lebih lanjut bagaimana prosedur pemberian izinnya. Bila pembina berjumlah tunggal atau satu orang, maka izin itu akan mudah diberikan. Namun, bila pembina yayasan terdiri dari banyak orang, maka izin itu harus memenuhi kuorum yang ditetapkan UU.

“Undang-undang bilang kalau pembinanya banyak, minimal 2/3 dari mereka setuju. Mungkin ada izin tapi tak sesuai dengan kuorum. Itu yang harus dicermati,” ujarnya.

Winanto juga mengutip Pasal 5 ayat (1) UU Yayasan yang berbunyi “Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan UU ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada pembina, pengurus dan pengawas.”

Hukuman pelanggaran aturan ini tak tanggung-tanggung, yakni berupa pidana penjara maksimal lima tahun serta kewajiban mengembalikan uang, barang atau kekayaan yayasan yang dialihkan atau dibagikan.

Salah seorang pembicara dalam diskusi ini, Abdullah mengatakan bahwa kasus ini sangat rumit. Meski yang dirugikan secara langsung adalah individu-individu, tetapi dampaknya kepada masyarakat secara luas. Ia menuturkan dalam kasus ini ada unsur penggelapan, pencucian uang hingga pemalsuan surat.

“Tinggal dipikirkan yang mana yang mau digunakan terlebih dahulu,” ujar Abdullah yang didaulat berbicara menggantikan Pakar Hukum Pencucian Uang Yenti Ganarsih yang berhalangan hadir.

Sementara, Dosen FH Universitas Pancasila yang juga mantan Direktur Litigasi BPPN TB Adhi Faiz berbicara dari sudut penipuan dan penggelapan.

Sebagai informasi, Forum Masyarakat Peduli Untag telah melaporkan Ketua Yayasan Untag Rudyono Dharsono ke Bareskrim Mabes Polri atas tuduhan penggelapan aset yayasan senilai Rp35 miliar dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Selain itu, Rudyono juga dilaporkan oleh PT Graha Mahardika atas dugaan pemerasan ke Polres Jakarta Utara.

Pada 2000 lalu, Yayasan Untag sepakat menjual asetnya berupa tanah seluas 31.096 m2 kepada PT Graha Mahardika senilai Rp 91,1 Miliar. Namun, Ketua Yayasan Rudyono Dharsono melaporkan kepada internal Yayasan Untag bahwa jual beli itu senilai Rp 65,6 Miliar berdasarkan pada akte perjanjian pada 1999. Rudyono berdalih ada harta pribadinya senilai Rp 31,9 yang telah dikeluarkan untuk mengurus jual beli tersebut.
Tags:

Berita Terkait