Devy Meyliana:
Cumlaude dan Persaingan Usaha
Profil

Devy Meyliana:
Cumlaude dan Persaingan Usaha

Mengidolakan Yahya Harahap dan Syamsul Maarif.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
Foto: Koleksi Pribadi
Foto: Koleksi Pribadi
Muda dan berkarya. Semakin banyak orang muda yang menunjukkan karyanya, termasuk mereka yang bergelut di dunia hukum. Banyak lulusan fakultas hukum yang berkarya di bidang lain, tetapi tak sedikit yang tetap berkiprah di jalurnya.

Nama Devy Meyliana mungkin bisa dimasukkan sebagai orang muda bidang hukum yang mencoba menunjukkan karyanya. Lulus dengan predikat cumlaude dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dara kelahiran 6 Mei 1989 ini tertarik menekuni dunia konsultan hukum. Tetapi daya tarik lawyer tak menghalanginya menyelesaikan pendidikan pascasarjana di kampus yang sama.

Dunia praktisi dan akademis itulah yang membawa minat Devy ke persaingan usaha. Menyelami dunia hukum persaingan usaha mengantarkannya bukan hanya pada literatur atau lembaga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), tetapi juga mencari ilmu dari orang-orang yang selama ini menguasai bidang tersebut.

Suatu hari Devy menghadiri ceramah Ketua KPPU Syamsul Maarif. Bagi Devy, Syamsul mampu menjelaskan hukum persaingan usaha dengan tutur kata yang mencerahkan. Pendekatan rule of reason dan per se illegal, pendekatan yang menjadi ruh penyelidikan dan penyidikan KPPU, dijelaskan dengan gamblang sehingga gampang dipahami orang lain. Devy makin kepincut pada hukum persaingan usaha.

“Menariknya perkara persaingan usaha itu di situ. Pendekatannya arah pidana, penyelesaiannya versi perdata,” tutur Devy ketika menjelaskan rasa tertariknya terhadap persaingan usaha.

Apalagi di lapangan, kalau benar-benar dicermati, tak selamanya dunia usaha dijalankan dengan iktikad baik. Cobalah simak peristiwa hilangnya sebuah produk secara tiba-tiba dari pasaran. Ketika produk itu muncul lagi dengan harga lebih tinggi, maka patut diduga penarikan produk merupakan perilaku usaha yang layak dikritik. Semakin banyak mengkaji putusan KPPU semakin banyak terlihat modus dunia usaha menguasai pasar. Sayang, cara yang dilakukan seringkali tidak sehat.

Tetapi mendengar dan memahami saja tak cukup. Berbekal ilmu hukum saja pun kurang memadai. Mau tidak mau Devy harus menyelami teori-teori ekonomi agar semakin bisa memahami fenomena pasar persaingan usaha. Apalagi kalau sudah bicara tentang penetapan harga dan produksi, kurva penjualan dan pembelian, atau wilayah penyebaran pembelian.

Devy merasa harus membagi ilmu yang dia peroleh kepada masyarakat, khususnya bagi yang berminat pada persaingan usaha. Pada tahap ini, ia teringat pada sosok M. Yahya Harahap, seorang mantan hakim agung yang produktif menulis. Buku-buku karya Yahya mudah dicerna, uraiannya jelas, dan tidak mengherankan menjadi referensi utama bagi banyak akademisi dan praktisi hukum. Mengingat kedua tokoh itu mendorong Devy menuangkan ilmu yang dia peroleh ke dalam sebuah buku. Pada 6 Oktober tahun lalu, sebuah buku ‘Hukum Persaingan Usaha’ lahir dari tangannya.

Ayo Menulis
Karya Devy tentu saja hanya satu dari sekian banyak literatur hukum persaingan usaha di Indonesia. Penilaian atas buku itu ada di tangan pembaca. 

Toh, Devy sudah memulai menuangkan apa yang ada dalam pikirannya ke dalam sebuah buku. Karya tentang hukum persaingan usaha telah menjadi jalan pembuka untuk karya-karya lain berikutnya. Saat ini ia sedang mempersiapkan dua buku, tentang pidana dan acara perdata.

Modalnya adalah keyakinan. Devy yakin setiap orang yang yakin pada gagasannya bisa menuangkan gagasan itu dan menerbitkannya menjadi sebuah karya. Keyakinan ada, ditambah semangat menulis, kemungkinan prosesnya berjalan lancar. Sebaliknya, sekaya apapun ide dalam pikiran, kalau tak dituangkan dalam karya tulis, tak akan ada gunanya. “Modal menulis adalah yakin aja. Jangan takut mengeluarkan ide,” kata Devy dalam sebuah perbincangan santai dengan hukumonline.

Devy mengajak kalangan akademisi, termasuk mahasiswa, dan konsultan hukum mau menuangkan ide dan pengalaman mereka ke dalam buku. Dengan menulis, seseorang bukan hanya belajar tetapi juga berbagi dengan orang lain. Apalagi bagi mereka yang berkecimpung di dunia hukum, buku adalah kunci. Devy sudah merasakan sendiri hasilnya. Membaca dua buku setiap bulan di sela-sela kesibukan sangat membantu Devy lulus kuliah dalam waktu 3,5 tahun dan dengan predikat cumlaude pula.

Bahwa sekarang ia baru menelurkan buku persaingan usaha, itu barulah pembuka. Sebab, seseorang yang berkecimpung di dunia konsultan hukum tak akan bisa lepas dari buku. Seperti kata Thomas Jefferson, ‘a lawyer without books would be like a workman without tools’, lawyer tanpa buku ibarat tukang tanpa perkakas.

Ya kan, Devy?  
Tags:

Berita Terkait