Pemilu 2014 Mengusung Semangat Anti Korupsi
Utama

Pemilu 2014 Mengusung Semangat Anti Korupsi

Kekuatan masyarakat sipil sangat diperlukan.

Oleh:
ADY TD ACHMAD
Bacaan 2 Menit
Pembacaan
Pembacaan "Maklumat Bersama Pemilu Jurdil Damai dan Anti Korupsi" yang dihadiri oleh Ketua KPU Husni Kamil Manik (ketiga dari kiri) bersama para pihak penyelenggara Pemilu dan perwakilan partai, Jakarta (6/02). Foto: RES
Pesta demokrasi lima tahunan di Republik ini, pemilihan umum (pemilu) akan segera digelar April 2014 mendatang. Pada penyelenggaraan-penyelenggaraan sebelumnya, pemilu biasanya mengusung asas Luber dan Jurdil atau langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Khusus untuk penyelenggaraan kali ini, Pemilu 2014 juga mengusung semangat anti korupsi.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Husni Kamil Malik mengatakan untuk mewujudkan semangat anti korupsi dalam pemilu, maka dibutuhkan dorongan kuat dari masyarakat. Bersama-sama dengan pemerintah dan penyelenggara pemilu, kata Husni, masyarakat dapat memastikan agar penyelenggaraan Pemilu 2014 berjalan Luber, Jurdil, dan anti korupsi.

“(Pemilu) Harus bebas dari korupsi,” ujar Husni saat memberikan sambutan dalam acara “Maklumat Bersama Pemilu Jurdil, Damai dan Anti Korupsi” yang digelar Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) di Jakarta, Kamis (6/2).

Berkaitan dengan semangat anti korupsi itu, kata Husni, KPU selaku penyelenggara pemilu bertekad menjadi lembaga yang bebas dari korupsi. Tekad itu sudah dibuktikan ketika para Komisioner dan staf diwajibkan menandatangani pakta integritas sebelum menjabat. Dengan pakta integritas ini diharapkan pejabat dan staf KPU memiliki moral anti korupsi sedari awal.

Semangat anti korupsi, papar dia, tidak hanya disebarkan secara internal tetapi juga eksternal. Caranya, KPU berupaya menerbitkan peraturan yang mendorong pengelolaan keuangan partai politik (parpol) lebih terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan penelusuran hukumonline, KPU telah menerbitkan Peraturan KPU No. 24 Tahun 2013 tentang Pedoman Audit Dana Kampanye Peserta Pemilu Legislatif. Sebelumnya terlebih dulu terbit Peraturan KPU No. 17 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaporan Dana Kampanye Peserta Pemilu Legislatif.

Peraturan-peraturan itu, menurut Husni, memang belum mampu memuaskan para pihak, bahkan termasuk KPU sendiri merasa kurang puas. Namun, kata Husni, terbitnya peraturan tersebut adalah upaya paling moderat yang dapat dilakukan KPU.

Husni berharap regulasi pemilu direvisi agar lebih baik dari regulasi yang berlaku sekarang. Terkait pengelolaan keuangan parpol, misalnya, aturannya perlu diperbaiki. Kewajiban calon legislatif melaporkan keuangan pribadinya, menurut dia, juga perlu diatur secara eksplisit dalam undang-undang. Revisi regulasi pemilu juga perlu dilakukan untuk merespon putusan MK terkait permohonan pengujian UU No. 42 tahun 2008 tentang Pilpres.

“Atau ide lain yang sekiranya pada Pemilu 2014 ini belum kita atur karena landasan di undang-undangnya belum ada, ini perlu kita advokasi,” ujarnya.

Husni berpendapat peran organisasi masyarakat sipil seperti KIPP menjadi penting dalam proses revisi regulasi pemilu agar perubahan yang dilakukan sesuai harapan. Dia tambahkan, perubahan regulasi pemilu yang tidak optimal hanya akan menjadikan penyelenggaraan pemilu tidak berkualitas.

“Dan yang disalahkan nanti lagi-lagi penyelenggara pemilunya karena tidak berubah signifikan atau tidak melakukan terobosan dan inovasi yang mengarah pada perbaikan penyelenggaraan Pemilu,” tandasnya.

Tindakan Kontra Demokrasi
Wakil Sekjen KIPP, Girindra Sandino mengimbau masyarakat agar mencegah munculnya tindakan-tindakan kontra demokrasi atas penyelenggaraan Pemilu 2014. Tindakan kontra demokrasi itu dapat berupa kecurangan administratif seperti laporan dana calon legislatif yang tidak transparan, penyelenggara pemilu yang tidak independen, keterlibatan penyelenggara negara seperti PNS, TNI dan Polri, serta praktik politik uang.

Regulasi yang ada sekarang, menurut Girindra, sebenarnya cukup mampu menangkal tindakan-tindakan kontra demokrasi. Sayangnya, implementasi regulasi kurang maksimal. Dia mencontohkan Peraturan KPU No. 17 Tahun 2013. Dalam peraturan itu, hanya diwajibakan pelaporan nominal dana kampanye, sedangkan sumber dananya darimana tidak diatur secara tegas.

Girindra berpendapat regulasi pemilu juga belum menjangkau pelaku tindak pidana pencucian uang terkait penyelenggaraan pemilu. Untuk itu, Girindra meminta KPU menggunakan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. “KPU tidak punya instrumen untuk mengintip dana caleg itu, makanya gandeng PPATK,” dia menyarankan.
Tags:

Berita Terkait