RUU Migas Harus Akomodasi Eksplorasi
Utama

RUU Migas Harus Akomodasi Eksplorasi

Eksplorasi penting untuk mendukung produksi.

Oleh:
KARTINI LARAS MAKMUR
Bacaan 2 Menit
Foto: www.skkmigas.go.id
Foto: www.skkmigas.go.id
Sekretaris Satuan Kerja Pengawas Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), Gde Pradnyana mengakui penurunan produksi minyak dalam negeri sudah bukan rahasia umum. Terlebih memprihatinkan lagi, kebutuhan dalam negeri justru terus melambung tinggi. Akibatnya, pemerintah harus menggelontorkan anggaran untuk melakukan impor.

Gde melihat, payung hukum sektor migas tak mendukung peningkatan produksi. Pasalnya, saat ini yang terpenting adalah meningkatkan kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan migas baru. Ia yakin jika cadangan ditemukan, otomatis akan meningkatkan lifting migas nasional. Sayangnya, kata Gde, UU No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi tak mengakomodasi eksplorasi.

“UU yang mengatur tata kelola migas saat ini tidak mendukung kegiatan eksplorasi. Hal ini terlihat dari banyaknya pasal dalam undang-undang yang tidak pro-bisnis seperti soal pajak dan insentif bagi pengusaha yang melakukan eksplorasi. Oleh karena itu ke depan RUU Migas harus mengakomodasi eksplorasi,” katanya dalam Forum Energi Masa Depan dan Tantangan Industri Migas Nasional, di Jakarta, Selasa (18/2).

Sejak Indonesia memproduksi migas untuk pertama kalinya, Indonesia sudah memproduksi cadangan migasnya hingga 22,6 miliar barel. Sementara, sisanya hanya tinggal 4 miliar barel. Saat ini, cadangan minyak Indonesia hanya sebesar 0,5% dari cadangan dunia sedangkan cadangan gas hanya sebesar 1,4% dari cadangan dunia. Di skala nasional, produksi minyak pun masih didominasi perusahaan migas asing yakni PT Chevron Indonesia yang cadangannya mencapai 1 miliar barel di blok Minas dan Duri.

"Eksplorasi penting untuk mendukung cadangan pada akhirnya penting untuk produksi. Bagaimana lifting bisa baik kalau tidak ada cadangan. Untuk bisa menyamakan dengan Chevron, perusahaan nasional kita mesti melakukan eksplorasi," ujarnya.

Direktur Pembinaan Program Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Naryanto Wagimin, berharap revisi UU Migas bisa segera terbit. Menurutnya, revisi UU itu penting untuk mendukung perbaikan infrastruktur. Ia mengatakan, perbaikan infrastruktur akan meningkatkan produksi domestik.

"Semua memiliki komitmen bersama dalam tata kelola migas agar bisa segera diterbitkan," tuturnya.

Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM mencatat, hingga tahun 2013 lalu sudah ada 150 perusahaan yang melakukan eksplorasi. Sayangnya, hasil eksplorasi dari perusahaan-perusahaan itu kurang memuaskan. Padahal, untuk melakukan eksplorasi biayanya mencapai US$ 100 juta per sumur.

"Kalau ada infrastruktur, maka komposisi domestik akan naik," ucap Naryanto.

Di sisi lain, Naryanto mengakui bahwa bisnis migas memiliki karekteristik jangka panjang, termasuk dari sisi investasi. Hasil produksi pun tidak bisa langsung dinikmati. Selain itu, ada kekhawatiran pihak investor yang sudah mengantongi izin bukan membangun infrastruktur malah hanya berkeliling mencari partner bisnis.

Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto mengingatkan bahwa pemangkasan izin tetap harus menjadi prioritas. Menurutnya, hal itu menjadi kunci jaminan terhadap investor di sektor hulu migas. Selain itu, ia juga mengatakan perumusan undang-undang baru yang mendukung kegiatan eksplorasi harus didorong DPR bersama pemerintah.

"Selain regulasi, proses perizinan juga harus dipermudah," ujar Dito.
Tags:

Berita Terkait