Divonis Dua Tahun, Haris Surahman Sujud Syukur
Utama

Divonis Dua Tahun, Haris Surahman Sujud Syukur

Haris minta KPK usut mafia Banggar lain.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum kader Partai Golkar Haris Andi Surahman dua tahun penjara dalam kasus Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID), Selasa (18/2), Foto: SGP
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum kader Partai Golkar Haris Andi Surahman dua tahun penjara dalam kasus Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID), Selasa (18/2), Foto: SGP
Terdakwa suap alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) Haris Andi Surahman sujud syukur setelah mendengar putusan dua tahun penjara untuk dirinya yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (18/2).

Sikap Haris ini mengherankan Ketua majelis hakim Amin Ismanto. Pasalnya, Haris mengaku masih pikir-pikir untuk mengajukan banding atas putusan majelis ini. “Pikir-pikir kok sujud syukur,” kata Amin.

Haris mengatakan apapun putusan majelis harus disyukuri. Menurutnya, yang paling penting adalah ia masih dikaruniai kesehatan untuk menjalani. Jadi, sujud syukur bukan hanya ketika mendapat putusan bebas.

Walau begitu, Haris menganggap putusan dua tahun penjara tidak adil. Pasalnya, Haris mengaku bukan sebagai perantara seperti pendapat majelis di dalam putusan. Haris mengklaim dirinya yang melaporkan dugaan suap mantan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR, Wa Ode Nurhayati. Hingga kini, Haris bahkan masih berada di bawah perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Dalam putusannya, majelis berpendapat Haris terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair, Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Majelis menghukum Haris dengan pidana dua tahun penjara dan denda Rp50 juta subsidair dua bulan kurungan.

Hakim anggota Purwono Edi Santoso menguraikan, peristiwa pidana itu bermula ketika Haris bertemu Fadh El Fouz di DPR sekitar September 2011. Haris diminta Fadh mencarikan anggota Banggar DPR yang dapat mengupayakan Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah sebagai penerima DPID tahun anggaran 2011.

Haris menyanggupi permintaan Fadh. Kemudian, ia menghubungi Syarif Achmad selaku staf Wa Ode Nurhayati (WON) Center. Setelah berhasil menghubungi Syarif, Haris meminta tolong agar Syarif dapat memfasilitasi keinginan Fadh untuk bertemu dengan Wa Ode. Beberapa hari kemudian, Haris bertemu Syarif dan Wa Ode.

Purwono melanjutkan, Haris menyampaikan permintaan Fadh di dalam pertemuan itu. Wa Ode menyanggupi dan meminta masing-masing daerah menyiapkan proposal. Sekitar awal Oktober 2010, Fadh kembali meminta ketiga kabupaten itu diupayakan sebagai daerah penerima DPID, masing-masing sebesar Rp40 miliar.

Namun, Wa Ode meminta komitmen fee enam persen dari alokasi DPID yang akan diterima masing-masing kabupaten. Fadh kemudian menghubungi seorang pengusaha di Aceh bernama Zamzami untuk menyiapkan proposal. Fadh juga meminta Zamzami menyediakan dana Rp7,34 miliar sebagaimana permintaan Wa Ode.

Setelah menerima uang dari Zamzami, Fadh menghubungi Kepala Dinas PU Kabupaten Bener Meriah, Armaida. Fadh meminta Armaida menyiapkan proposal dan dana Rp5,65 miliar untuk pengurusan alokasi anggaran DPID Kabupaten Bener Meriah. Armaida menyanggupi dengan menyetorkan Rp5,64 miliar ke rekening Fadh.

Menurut Purwono, dalam rangka memenuhi permintaan Fadh, pihak dari Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah membuat proposal DPID sebesar Rp50 miliar, Rp226,291 miliar, dan Rp50 miliar. Ketiga proposal itu diserahkan Fadh kepada Haris. Fadh mengirimkan uang kepada Haris untuk memenuhi komitmen dengan Wa Ode.

Selanjutnya, Fadh mentransfer uang itu ke rekening tabungan Haris di Bank Mandiri secara bertahap. Pertama, tanggal 13 Oktober 2010 sebesar Rp2 miliar dan Rp1 miliar. Kedua, tanggal 14 Oktober 2010 sebesar Rp2 miliar. Ketiga, tanggal 18 Oktober 2010 sebesar Rp1 miliar, sehingga seluruhnya berjumlah Rp6 miliar.

Sebagai realisasi komitmen fee enam persen, Haris menyerahkan uang Rp5,5 miliar kepada Wa Ode melalui Sefa Yulanda. Sefa menyetorkan Rp5,25 miliar ke rekening Wa Ode secara bertahap dalam rentang waktu tanggal 13 Oktober sampai 25 Oktober 2010. Atas perintah Wa Ode, Sefa menyetorkan Rp250 juta sisanya ke rekening Syarif.

Terkait alokasi DPID Kabupaten Minahasa, sekitar Oktober 2010, Purwono melanjutkan, Haris bertemu Wa Ode di Gedung DPR. Haris menyampaikan permintaan Saul Paulus David Nelwan dan Abram Noach Mambu agar Kabupaten Minahasa ditetapkan sebagai daerah penerima DPID tahun anggaran 2011 sebesar Rp15 miliar.

Wa Ode meminta Haris menyiapkan proposal dan dana Rp750 juta. Haris menerima transfer Rp900 juta dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tinneke Henrietha melalui Saul Paulus David Nelwan, Direktur PT Gemini Indah Maestro Abram Noach Mambu, dan Direktur PT Trinity Sukses Gilbert Mogot Tewu Wantalangi.

“Setelah menerima proposal DPID Kabupaten Minahasa sebesar Rp35,315 miliar, Haris menyerahkan uang Rp750 juta kepada Wa Ode Nurhayati melalui Sefa Yolanda. Uang Rp750 juta disetorkan Sefa Yolanda ke rekening Wa Ode Nurhayati secara bertahap pada 27 Oktober 2010 Rp500 juta dan 1 November 2010 Rp250 juta,” ujar Purwono.

Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, Bener Meriah, dan Minahasa ditetapkan sebagai daerah penerima DPID berdasarkan UU No.10 Tahun 2010 tentang APBN 2011 dan Permenkeu No.25/PMK.07/2011 tanggal 11 Februari 2011 sesuai permintaan Haris, Fadh, Saul Paulus David Nelwan, dan Abram Noach Mambu.

Purwono berpendapat, perbuatan Haris memberikan uang Rp5,5 miliar dan Rp750 juta kepada Wa Ode untuk mengupayakan empat kabupaten sebagai daerah penerima DPID bertentangan dengan kewajiban Wa Ode selaku anggota DPR. Wa Ode dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta menerima gratifikasi.

Namun, Purwono menganggap perbuatan Haris tidak berdiri sendiri. Haris bersama-sama dengan Fadh memberikan sesuatu kepada Wa Ode agar Wa Ode mengupayakan empat kabupaten sebagai penerima alokasi DPID untuk tahun anggaran 2011. Dengan demikian, unsur pernyertaan juga telah terbukti dalam perbuatan Haris.

“Oleh karena semua unsur dalam dakwaan primair terbukti, majelis berpendapat pembelaan penasihat hukum yang pada intinya menyatakan, inisiatif pemberian uang berasal dari Fadh, terdakwa tidak mendapat keuntungan, dan terdakwa merupakan saksi pelapor yang mendapat perlindungan dari LPSK sudah sepatutnya ditolak,” tuturnya.

Ungkap mafia banggar
Usai sidang, Haris meminta KPK tidak berhenti di mengusut perkara DPID. KPK harus mengusut pula pemberi uang, seperti Zamzami, Armaida, dan mantan Bupati Minahasa Freike Runtu. Haris tidak terima jika disebut sebagai perantara, karena justru Haris merupakan orang pertama yang melaporkan adanya mafia Banggar di DPR.

Ia mengungkap, selain Wa Ode masih banyak mafia Banggar yang berkeliaran di DPR. Meski sudah berupaya menginformasikan kepada KPK, Haris merasa KPK belum menindaklanjuti. Oleh karena itu, Haris berencana kembali melaporkan secara resmi ke KPK setelah perkaranya selesai. Ia minta semua mafia Banggar diungkap.

“Mafia banyak bertebaran di semua komisi Ada beberapa. Intinya kalau KPK betul-betul semangat memberantas korupsi, ya tidak berhenti di saya. Semua pihak-pihak yang terlibat harus diusut. Wa Ode Nurhayati dijadikan tersangka kan atas laporan saya. Selanjutnya saya tetap berkoordinasi dengan LPSK,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait